Kamis, 17 April 2014

Orang Baik Versi Saya


Indonesia sedang disibukkan dengan Pemilu. Kampanye tidak hanya di televisi maupun di pohon-pohon, tembok, dan baliho-baliho. Social Media semacam fb yang saya miliki pun penuh dengan kampanye-kampanye caleg dan partai. Yang kampanye pun dari semua umur, mulai dari orang dewasa maupun anak-anak, he3....kompak ya.

Wall saya pun jadi penuh dengan orang baik dadakan yang berlogo dan bernomor, mereka semua satu tujuan, minta dicoblos. Saya baru menyadari bahwa di Indonesia ini ternyata banyak sekali orang-orang yang baik. Orang-orang baik yang bertitel, baik titel akademik maupun titel religius. Banyak dari mereka yang tidak saya tahu, mungkin karena mereka hanya memunculkan diri mereka setiap 5 tahun sekali. Atau saya yang terlalu kuper sehingga tidak tahu keberadaan orang-orang baik itu. Ah entahlah, saya memang tipe orang yang suka bersembunyi di balik laptop ini. Jadi memang salah saya sendiri kurang gaul.

Saat ini masa pencoblosan telah lewat, tinggal menunggu masa penghitungan suara. Di wall saya tidak ada lagi gambar dan logo orang-orang baik itu, entah kemana mereka perginya. Sekarang yang banyak bermunculan di wall saya adalah gambar-gambar peringatan tentang orang stress, dan tempat-tempat yang bisa digunakan berobat bagi mereka. Gambar-gambar RSJ dan wajah-wajah dengan mata kosong yang katanya sebelum pencoblosan itu adalah orang-orang yang baik dan bertitle dunia akherat.

Setelah iklan partai bertebaran, kini bermunculan iklan Rumah Sakit Jiwa, dan panti-panti yang mengklaim menyediakan ruangan VIP untuk perawatan pasien-pasien baru yang diperkirakan akan membludak setelah masa Pemilu.

Membicarakan tentang orang baik, saya hanya tahu beberapa saja. Mereka adalah tetangga-tetangga saya, mereka tinggal di dekat rumah saya. Setahu saya mereka hanya baik, tapi tidak memiliki logo, dan tidak ber angka. Mereka juga tidak pernah mengklaim kebaikan-kebaikan mereka, ataupun menyebarkan kebaikan mereka melalui soc med. Soc med pun sepertinya kurang bersahabat dengan mereka, maklum sinyal hape yang mengklaim sampai ke pelosok desa dengan iklan gambar sapinya saja masih megap-megap, menjangkau desa kami.

Berikut adalah orang-orang baik versi saya:

  1. Seorang guru mengaji. Ibu ini tiap sore mengajar anak-anak di sekitar rumahnya mengaji, rata-rata murid-muridnya adalah anak-anak SD. Mengajar dengan cuma-cuma, hanya digaji setahun sekali. Saat lebaran, biasanya para wali murid datang bersilaturahmi sambil membawa gula, krupuk, beras dan lain sebagainya sesuai keinginan dan kemampuan wali muridnya, tidak membawa apa-apa pun tidak apa-apa, anaknya akan tetap menjadi murid ibu itu. Para wali murid tidak perlu khawatir mendapat surat peringatan untuk segera membayar SPP, atau dikeluarkan sebagai murid.
  2. Bapak tukang jamu. Saat anak saya masih batita, saya berlangganan jamu bapak ini. Di suatu siang, saat saya membuka pintu, 2 bungkus jamu sudah ada di depan pintu. Awalnya saya heran kenapa kok tidak mengetok pintu. Ternyata bapak tersebut sudah mengetok pintu berkali-kali, karena tidak ada respon maka diletakkan saja jamu itu di depan pintu karena mengira mungkin saya sedang sibuk dengan bayi kecil saya. Sejak hari itu, bapak tukang jamu itu selalu meletakkan jamu di depan pintu tanpa mengetok terlebih dahulu, pun tidak menagih pembayaran. Beliau mengijinkan saya membayar kapan saja jika kebetulan bertemu saat bapak itu sedang mengantarkan jamu ke rumah saya. Jika saya sedang beraktifitas memang suara-suara dari luar jarang terdengar. Tapi bapak itu memaklumi, dan tetap mengantarkan jamu-jamu itu setiap hari.
  3. Kakek di depan rumah. Saya biasa memanggilnya dengan sebutan Mbah. Mbah ini sering saya jumpai pergi ke ladang, setiap panen pastilah hasil panennya mampir ke rumah saya. Ada kangkung, kacang panjang, daun ketela pohon, apa saja. Saat Mbah panen, otomatis saya pun panen he3....alhamdulillah. Terakhir sebelum saya kesini, kondisi Mbah sering sakit-sakitan, semoga Allah memberi kesehatan dan umur panjang yang berkah bagi Mbah.
  4. Emak penjual kue keliling. Tiap pagi Emak ini selalu keliling menjajakan kue-kue dan nasi bungkus buatannya. Depan rumah saya menjadi rute rutin yang selalu dilewati. Suatu saat saya membeli nasi bungkus dan kue kesukaan saya. Harga nasi bungkusnya tidak mahal, hanya Rp 2.000,00 sudah ada lauknya. Pun kuenya, hanya Rp. 500,00 perbijinya. Waktu itu saya membayar dengan uang lebih, Emak tidak punya kembalian, dan meminta saya untuk membawa saja uang pembayarannya, bisa dibayar besok-besok kalau membeli lagi, begitu kata Emak. Emak juga selalu memberi bonus jika saya membeli sesuatu, katanya untuk anak saya, dan tidak boleh dibayar. Emak akan marah jika saya memaksa untuk membayar kue bonus itu.
  5. Pemilik toko kelontong di ujung jalan. Keluarga pemilik toko menyediakan kotak amal yang besar untuk masjid. Beliau meniatkan sekian persen dari labanya untuk dimasukkan ke dalam kotak amal itu. Semangatnya untuk beramal menular kepada pembeli-pembelinya. Banyak pembeli yang kemudian memasukkan uang kembalian belanja ke dalam kotak amal itu. Dan uang sumbangan itu kini sangat bermanfaat saat Masjid di desa saya butuh direnovasi.
Itulah beberapa orang baik yang saya kenal, masih banyak lagi yang lainnya sebenarnya, ada Mak Ti yang suka memijat bayi dengan bayaran sukarela, langganannya berbaris-baris dari berbagai desa. Ada Mak Yem yang selalu datang ke rumah dan bertanya jika anak balita saya terus-menerus menangis, Mak Mi yang selalu siap momong balita saya jika saya belum sempat memasak dan sarapan pagi. Semua orang baik itu kebetulan tidak bertitel, justru ketulusan mereka lah yang membekas di hati saya, menyejukkan desa kami dengan sikap-sikap bijak mereka.

Orang-orang baik di socmed itu telah pergi, mari tunggu kehadirannya kembali, mungkin 5 tahun lagi. Itu pun jika mereka tidak menghuni ruang-ruang VIP. Wallahualam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar