Jumat, 18 April 2014

Ayam Bumbu Lapis


Alhamdulillah terwujud juga membuat ayam bumbu lapis hari ini. Sebenarnya keinginan hati adalah ingin membuat daging bumbu lapis, berhubung belum sempat beli dagingnya, di kulkas ada ayam, ya sudah mari kita maksimalkan ayamnya saja.

Sempat mencari-cari di google tentang ayam bumbu lapis, tapi kok ya belum nemu-nemu. Yang ada pastinya daging bumbu lapis, akhirnya diputuskan pakai resep daging yang banyak saya temukan di google. Siip, berikutnya kita siapkan bahan-bahannya.

Bahan-bahan:

  • 1 kg ayam potong kecil-kecil, saya memilih chicken leg
  • lengkuas di memarkan
  • 1 gelas santan kental
  • kecap
  • minyak goreng untuk menumis
  • air secukupnya
Bumbu halus:
  • 1/2 potong bawang bombay
  • 4 siung bawang putih
  • 4 siung kemiri
  • 2 sendok makan air asam jawa
  • merica
  • gula
  • garam
Cara memasak:
  1. Tumis bumbu halus beserta lengkuas sampai harum, masukkan potongan ayam, masukkan air dan biarkan hingga ayam empuk dan air menyusut.
  2. Tambahkan kecap sesuai selera rasa manis yang diinginkan, aduk hingga rata.
  3. Kecilkan api, lalu tambahkan santan kental. Biarkan hingga santan mendidih dan kuah mengental.
  4. Selesai, dan sajikan dengan bawang merah goreng.

Begitu selesai saya memasak menu ini, belum juga ayam diangkat dari atas kompor, sudah saya ambil gambarnya. Maklum hati sudah tidak sabar dan gembira karena berhasil membuat menu ini. Alhamdulillah. Dulu baru bisa menikmati menu ini jika ada tetangga yang punya hajat, seperti nikahan. Sebelum resepsi digelar biasanya orang yang punya hajat tersebut akan bagi-bagi nasi kotak ke tetangga sekitarnya sebagai pengganti undangan. Kalau dalam bahasa Jawa istilahnya adalah "tonjokan", atau "ater-ater", yang artinya dihantarkan. Saya senang sekali kalau ada yang mengantar nasi kotak itu, meski konsekuensinya harus datang ke resepsi dan memberikan amplop ke yang punya hajat, no problemo asal bisa menikmati menu yang satu ini.

Tradisi ater-ater ini menurut sebagian orang sangat memberatkan karena berarti mereka harus datang ke resepsi itu bagaimanapun kondisinya, jika tidak, pastilah malu dan menjadi tidak enak hati pada orang yang telah mengundang tersebut. Dan uang amplopannya otomatis harus lebih besar atau lebih banyak dibanding dengan orang yang hanya diundang melalui surat undangan saja. Hal seperti itu sudah menjadi aturan umum yang tidak tertulis.

Kalau saya pribadi, tidak terlalu mengikuti aturan itu, sepanjang saya mampu datang dan tidak berhalangan maka saya akan datang. Datang lebih karena kekeluargaan, soal amplop semampu saya dan suami saya, dan diniatkan bersedekah saja, dan bukan karena keterpaksaan. Jadi hati menjadi lebih tenang.

Pernah suatu ketika, kami diundang ke pesta pernikahan megah di sebuah gedung. Saya dan suami waktu itu tidak memiliki uang yang cukup untuk "ngamplopi" tuan rumah. Sempat bingung antara datang atau tidak, padahal orang yang mengundang tersebut sangat kenal dengan kita. Kembali ke prinsip tersebut, menganggap amplopan adalah sedekah sepanjang kita mampu. Maka kita memutuskan untuk tetap datang tanpa membawa kado maupun uang untuk "buwuh", begitu istilahnya.

Pas di pintu gedung, sudah banyak penerima tamu menyambut, pagar ayu beserta buku tamu dan kotak buwuhan. Senyum-senyum kami menulis nama dan alamat, sambil membayangkan nanti saat tuan rumah yang bingung sewaktu mengecek buku tamu dengan jumlah amplop yang tidak sesuai he3....Wallahualam. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar