Kamis, 13 Maret 2014

Belajar Menjadi Orang Baik

devsal.blogspot.com

Menjadi orang baik itu ternyata tidak mudah terutama bagi saya. Menjadi orang baik itu butuh latihan dan kerja keras. Menjadi orang baik itu sendiri menurut saya adalah suatu proses dan bukan sebuah hasil lalu selesai, sebaliknya merupakan pembelajaran dan pembiasaan setiap hari, setiap saat malah. Namun ada juga halangan-halangan maupun pengalaman-pengalaman buruk yang malah semakin melemahkan niat untuk berbuat baik.

Selama tinggal di Newcastle, saya merasa lebih cuek, acuh terhadap lingkungan sekitar. Misalnya, jika saya sedang berjalan entah itu berbelanja, mengantar dan menjemput anak sekolah, saya jarang sekali tersenyum atau menyapa tetangga dekat. Saya hanya membalas jika disapa terlebih dahulu. Atau saat saya berjalan, saya hanya fokus ke arah mana yang saya akan tuju, dan tidak tengok kiri ataupun kanan, hingga suatu saat teman juga dari Indonesia mengagetkan saya dengan sapaannya. Dia berada di seberang jalan, dan saya tidak menyadarinya, sssttt itu sudah berkali-kali terjadi he3... Kenapa saya menjadi cuek? Mungkin inilah beberapa hal yang bisa menjadi alasannya.

Pernah suatu saat saya didatangi oleh seorang perempuan muda, berkerudung, dia tidak mengatakan apa-apa, hanya menunjukkan sebuah kertas yang bertuliskan kurang lebih seperti ini, "I am refugee from.....(menuliskan sebuah nama negara) I need help...(menuliskan suatu alasan)". Intinya meminta sumbangan lah. Saya sebenarnya merasa kasihan, apalagi melihat penampilannya yang berkerudung, sebelumnya juga dia mengucapkan salam dengan santun, jadi pas lah jika kemudian saya merasa tersentuh. Namun suami saya yang kebetulan sedang bersama saya saat itu memberi isyarat kepada saya agar menahan diri dulu untuk memberikan sesuatu. Rupanya ada berita bahwa mereka bukan pengungsi yang sebenarnya melainkan peminta-minta yang mengaku sebagai pengungsi, bahkan asal mereka bukan dari negara yang dituliskan dalam kertas itu. Selain itu, berkerudung dan mengucapkan salam, bukan berarti mereka muslim, melainkan sebagai kamuflase untuk menarik simpati orang-orang muslim yang dikenal dermawan.

Pengalaman yang lain, waktu itu saya hanya berdua dengan anak saya. Tiba-tiba ada seorang bapak-bapak yang mendekat, mengucapkan salam dan menjelaskan kalau sedang berada dalam kondisi terdesak dan sangat membutuhkan uang. Dengan spontan saja saya mengeluarkan uang dan memberikan pada bapak tersebut. Sesaat setelah bapak itu pergi, seseorang menanyakan kepada saya apa yang telah saya lakukan dan apa alasannya. Setelah saya jelaskan, spontan dia mengomeli saya yang intinya dia kecewa karena saya memberi uang kepada seseorang tanpa ada alasan yang jelas. Dia juga menjelaskan bahwa uang itu akan dibelikan hanya untuk rokok atau minuman keras. Saya hanya bengong mendengar celotehannya, karena saya masih shock, baru kali ini saya diomelin bule, belum juga lama tinggal di Newcastle huft....

Di kesempatan yang lain, sepulang dari belanja sayur, saya bertemu dengan ibu-ibu, yang juga berkerudung. Dia mengucapkan salam, lalu meminta uang barang 50 pence saja untuk sekedar membeli minuman. Kali ini saya bilang minta maaf karena tidak bisa membantunya. Pengalaman dengan ibu yang satu ini sudah berkali-kali, dalam artian, ibu ini sudah berkali-kali bertemu saya di tempat yang berbeda-beda namun tujuannya sama, setelah mengucapkan salam, lalu meminta sejumlah uang yang tidak banyak sekitar 50 atau 20 pence. Suami saya juga sering bertemu dengan ibu itu, dan kejadiannya juga sama.

Saya berusaha mencari informasi melalui you tube tentang dokumentasi pengemis di Eropa. Rupanya memang benar. Mereka berasal dari suatu negara (tidak perlu saya sebutkan di sini), sengaja pergi ke negara-negara di Eropa seperti Inggris atau Perancis untuk mengemis. Pakaian mereka serba panjang, seperti rok, dan baju longgar lengan panjang, serta menggunakan kerudung. Negara mereka termasuk miskin, mereka rata-rata memiliki banyak anak dan hidup dalam lingkungan keluarga besar, oleh karena itu mereka mencari uang dengan segala cara yang mereka bisa untuk memenuhi kebutuhan anak-anak maupun saudara-saudara mereka. Dan sebagian besar dari mereka tergabung dalam suatu jaringan besar, jadi tidak bekerja secara individu.

Suatu sore, saya melihat sekelompok anak-anak yang sedang bermain di depan rumah. Saya berniat untuk memberikan sesuatu pada mereka, namun teman saya menyarankan agar tidak melakukannya karena bisa dianggap sedang melakukan pendekatan pada anak-anak dengan niatan yang buruk. Bisa-bisa dilaporkan ke polisi oleh seseorang yang anonim. Di sini masyarakat sangat cemas dengan kasus-kasus paedofilia dan semacamnya, oleh karena itu orang dewasa yang berusaha mendekati anak-anak yang tidak dikenal akan rentan dengan tuduhan seperti itu.

Di sebuah taman, saat saya menemani anak saya bermain. Saya melihat perempuan balita, mungkin usianya 3 tahunan, dia sedang menangis kebingungan berjalan kesana kemari sambil menangis dan memanggil "Mama...mama...". Otomatis saya mengira anak ini pastilah sedang terpisah dari ibunya yang entah sedang duduk di suatu tempat di bagian taman itu. Tidak ada orang di taman itu yang kemudian berinisiatif membantu anak kecil itu untuk menemukan ibunya. Melihatnya pun rasanya tidak. Saya memperhatikan anak itu dan respon orang-orang yang berada di taman tersebut, mereka sepertinya tidak terpengaruuh dengan kejadian itu. Teman saya pun mencegah saya agar tidak terus memperhatikan ataupun mencoba membantu anak kecil itu. Teman saya khawatir jika saya malah dituduh menculik atau menyebabkan anak itu terpisah dari ibunya. Hemmm, jadi serba bingung kan? Anak kecil itu lumayan lama lho menangis sambil menangis berjalan kebingungan. Saya pun sekuat tenaga berusaha cuek. Soalnya orang sini dikenal kalau sedang curiga itu tidak tabayyun, melainkan langsung menelepon polisi sebagai anonim. Tahu-tahu anda di datengin polisi aja tanpa sebab yang jelas, nah repot kan?

Lain lagi nih cerita. Waktu itu saya sedang berjalan menuju tempat kursus. Tiba-tiba seorang perempuan membawa bayi di atas pushchair mengucapkan salam. Saya jawab, karena 2 hal, yang pertama harus menjawab salam, yang kedua karena saya mengira dia itu adalah teman kursus saya. Ternyata setelah dia mendekat, dia meminta uang, akhirnya saya tolak dengan halus, lalu saya melanjutkan berjalan ke tempat kursus. Saya tidak mau diomelin bule lagi.

Di sini, saya bawaannya jadi mudah curiga. Dan takut untuk melakukan sesuatu yang saya anggap baik, semuanya jadi serba salah. Mau membantu, takut di tuduh, tidak membantu, muncul rasa bersalah. Wallahualam...Allah pasti memberikan sebuah pelajaran kepada saya. Mungkin saya harus mengembalikan ke niat awal, apa tujuannya berbuat baik. Saya juga harus menghilangkan pandangan atau anggapan orang jika saya ingin tulus berbuat baik, hanya mungkin harus lebih berhati-hati saja. Semoga Allah selalu memberi kemudahan, amin. Berbuat baik itu tidak mudah, lebih tidak mudah lagi untuk konsisten selalu berbuat baik, di manapun dan kapanpun. Terus belajar menjadi orang baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar