Rabu, 29 Oktober 2014

Menjadi Student Dependent


Datang ke Newcastle, United Kingdom sebagai student dependent alias istri dari PhD student bukanlah suatu hal yang mudah. Yah...meskipun orang melihatnya "enak" dan "gampang" karena tinggal numpang suami, ngikut ke Inggris tanpa ada "usaha", tinggal menyiapkan diri saja, aji mumpung lah mungkin bisa dibilang. Saya akan merasa sangat senang jika kenyataannya memang demikian, suami yang belajar keras dengan sekolahnya, sementara saya tinggal bersenang-senang, berkeliling kesana-kemari sambil jeprat-jepret ambil foto wajah senyum dengan latar belakang pemandangan Eropa yang "wah" jika dilihat di sosial media. Wuih...wuih....jadi curhat online nih....(iya soalnya Mamah Dedeh lagi sibuk ceramah hi3...).
Ternyata di balik itu semua ada banyak hal yang harus diperjuangkan, misalnya. Saya bikin list saja ya biar lebih gampang penjelasannya:

Meninggalkan pekerjaan di Indonesia
Pekerjaan ini bisa jadi pekerjaan apa saja, pekerjaan di kantor, atau wirausaha di rumah. Para istri yang jadi student dependent disini biasanya mereka sangat aktif saat di Indonesia, ada yang menjadi dokter, guru, wirausahawati yang sudah banyak memiliki relasi. Nah saat tiba di sini dengan tugas baru "menemani" suami, Subhanallah bisa menjadi hal yang sangat melelahkan terutama psikologis, yang awalnya aktif melakukan ini dan itu tiba-tiba harus "berdiam diri" di rumah mengurus anak dan suami. Kehilangan ladang untuk beraktualisasi diri, dan menjadi "kehilangan" identitas, yang awalnya dikenal sebagai sebagai seorang guru misalnya atau dokter, kini hanya dikenal sebagai istri dari Pak Itu, atau Pak Anu. Hal-hal kecil seperti itu bisa menjadi pemicu stress yang semakin akan bisa semakin menumpuk jika kita tidak bisa mengimbangi dengan hal-hal positif.

Kehilangan Lingkungan Sosialisasi dan Beradaptasi lagi
Selama di Indonesia tentu kita dengan mudah memilih lingkungan sosialisasi atau kelompok-kelompok orang yang nyaman untuk kita berteman. Kalau tidak cocok, kita tinggal mencari teman yang lain, atau bisa menghindari dari orang yang mungkin kita anggap kurang menyenangkan atau pernah menyakiti kita. Kita disediakan banyak pilihan kelompok-kelompok sosial yang sesuai dengan kita. Ada lingkungan sosial dari tempat kerja, ada dari komunitas wali murid tempat anak kita sekolah, komunitas pengajian, arisan, bisnisan, MLM-an, PKK, Posyandu wah buanyak deh pokoknya. Tapi di sini, kitalah yang harus menyesuaikan diri, tidak banyak pilihan tentunya karena kita tinggal di luar negeri sebagai kelompok minoritas. Jadi mau tidak mau, cocok tidak cocok, suka tidak suka kita pasti bertemu dengan lingkungan sosialisasi yang sama, di sebuah perkumpulan atau komunitas orang-orang Indonesia yang tinggal di Newcastle. Kita harus pandai-pandai menjaga diri menjalin hubungan agar tidak memicu konflik. Kan rugi juga kalau misalnya kita berkonflik dengan salah seorang di komunitas, sementara kita tidak bisa menghindar karena bakalan ketemu lagi dan lagi di setiap pertemuan komunitas. Saat bertemu jadi serba canggung, serba tidak enak hati,dan lain sebagainya. Sementara kalau menjauhi komunitas, malah akan semakin rugi sendiri, sudah tidak punya teman, tidak pula bisa makan enak makanan khas Indonesia yang biasanya hanya ada saat acara perkumpulan orang-orang Indonesia, nah kan? Masak mau hidup bagai katak dalam tempurung? Bagai kura-kura dalam perahu? Eh....ngapain ya tuh kura-kura naik perahu?? Ya begitulah intinya.

Berkurangnya atau hilangnya pemasukan pribadi
Ini tidak hanya berlaku bagi yang punya pekerjaan saat di Indonesia, melainkan yang punya hobi pun biasanya saat di Indonesia juga menghasilkan uang, di Indonesia apa sih yang tidak bisa diuangkan he3....kita bisa berjualan bross bikinan sendiri, kulakan jilbab dan dijual lagi ke teman-teman sendiri, pinjam motor bisa dipakai ngojek dan sebagainya. Di sini bukan tidak mungkin membuka peluang usaha, tapi tantangan lebih berat, otomatis yang biasanya ada pemasukan sekian tiap bulannya, jadi berkurang atau tidak punya pemasukan sama sekali. Ini juga pemicu stress tersendiri, yang biasanya mau beli apa saja tinggal beli, sekarang harus menengadahkan tangan dan minta ijin suami. Belum lagi harus menganut prinsip penghematan dan menghitung-hitung nilai kurs mata uang dari rupiah ke poundsterling, wow...

Membantu anak beradaptasi dengan sekolah dan teman barunya
Sudah sibuk dan jatuh bangun beradaptasi dengan situasi baru, pun harus tetap terlihat tegar di depan anak-anak kita, dan membantu mereka bisa melalui penyesuaian diri dengan baik. Saya masih ingat betapa sedih saat pertama kali meninggalkan anak saya di sekolah. Mengingat anak saya belum fasih berbahasa Inggris, di rumah saya membayangkan bagaimana kira-kira anak saya selama di kelas saat ingin ke kamar mandi, saat tidak bisa menjawab pertanyaan guru, atau misalnya saja jika ada temannya yang iseng, dan pikiran-pikiran lainnya, rasanya belum tega meninggalkannya sendirian di sekolah. Sepulang sekolah, saya selalu tanya ini itu tentang sekolahnya, temannya, maupun guru dan pelajarannya. Mengantar dan menjemput sekolah adalah hal yang mencemaskan sekali bagi saya, sementara anak saya terlihat biasa saja. Alhamdulillah, Emaknya memang agak lebay dalam hal kecemasan. Oiya, belum lagi kalau pulang bawa PR, saya dan suami kadang tidak mengerti bagaimana cara mengerjakan PR nya, anaknya ditanya pun juga tidak tahu.

Alhamdulillah setelah berjalan 2 tahun di sini hal-hal seperti itu mulai terkurangi, bukan berarti hilang sama sekali. Saya dan keluarga saya masih harus terus beradaptasi dan menata hati juga pikiran agar bisa menjalani kehidupan di perantauan dengan tenang, ikhlas, dan selalu pasrah kepada Allah SWT. Semoga Allah memberi kemudahan bagi para student dependent yang menemani suami-suami mereka berjuang, bukan menjadi beban melainkan menjadi penyemangat dan rekan seperjuangan yang tangguh, amin.

#Ayat hari ini:
Surat Al-Bayyinah (Bukti) ayat 6-8

6. Sungguh, orang-orang yang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah sejahat-jahat makhluk.
7. Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.
8. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar