Kamis, 28 Maret 2013

Bersedekah Pada Tempatnya


Ternyata tidak hanya buang sampah yang tidak boleh sembarangan, bersedekah pun demikian. Setidaknya ini berdasarkan pengalaman pribadi saya. Selama di Indonesia menjadi hal biasa jika ada pengamen ataupun pengemis, saya memberi uang receh begitu saja. Karena selain panggilan hati pengen belajar bersedekah kecil-kecilan, juga merasa kasihan melihat mereka yang sepertinya "terlihat membutuhkan". Hal ini mungkin juga karena pengalaman saya pernah dekat dengan anak-anak jalanan, dan pernah merasakan menjadi "anak jalanan" juga. Karena itulah, beranggapan bahwa hal itu sah-sah saja selama tidak mengganggu dan tidak merugikan, Toh mereka dengan terang-terangan meminta, bukan mencuri, atau mengkorupsi kan.....

Namun peraturan pemerintah selanjutnya berubah, saya tidak tahu tepatnya tahun berapa pemerintah mulai memberikan larangan untuk memberi uang kepada pengemis dan pengamen jalanan dengan salah satu alasannya agar mereka tidak terlena dan keasyikan meminta-minta karena yang terjadi kemudian adalah hal itu dijadikan pekerjaan bagi mereka. Masuk akal juga, dalam hati saya. Karena kemudian di televisi juga ditayangkan ada sebuah perkampungan yang penghuninya hampir semuanya "bekerja" sebagai pengemis. Dan memang diluar bayangan, mereka tidak terlihat sebagai orang yang fakir dan membutuhkan sedekah, mereka berkecukupan, tidak sedikit diantara mereka yang memiliki kendaraan, rumah mereka rata-rata bagus dengan perabotannya yang lengkap dan ada juga yang berpredikat haji. Subhanallah.

Suatu kali saya mengunjungi rumah singgah anak jalanan, disana ada seorang anak yang diketahui lama tidak masuk sekolah (membolos). Ditanyalah si anak oleh pengasuh rumah singgah itu, apa sebab membolos sekolah padahal biaya sekolahnya sudah ditanggung oleh rumah singgah. Si anak menjawab jika dia tidak diperbolehkan ibunya berangkat sekolah karena diminta kembali mengemis. Besoknya si anak diminta mengajak ibunya untuk datang ke rumah singgah. Ibunya diminta menjelaskan ke pihak pengasuh alasan yang sebenarnya. Si ibu menjelaskan bahwa memang benar dialah yang menyuruh anaknya berhenti sekolah dan kembali mengemis karena menurut si ibu jika anak sekolah maka pemasukan untuk rumah tangganya menurun, waktu mengemis berkurang. tidak lagi punya banyak uang. Padahal tujuan sekolah adalah untuk mencari uang nantinya, lha kalau sekarang si anak sudah bisa mencari uang kenapa harus tetap sekolah?

Mendengar jawaban itu, pengasuh merasa kecewa dan menjawab dengan nada agak tinggi. Pengasuh berupaya menjelaskan dengan bahasa yang sederhana apa sebenarnya tujuan bersekolah itu. Dari situ saya jadi tahu, ada bagusnya juga tidak memberi mereka sedekah, agar mereka merasakan bahwa untuk meraih keberhasilan yang sifatnya jangka panjang itu juga dibutuhkan perjuangan yang sifatnya tidak instan pula. Selama ini menurut mereka selama masih bisa mendapat uang kenapa harus bersusah-susah sekolah? Toh banyak juga lulusan sekolahan tapi pengangguran? Jadi sekolah itu hal yang sia-sia dan menghabiskan waktu., daripada buat belajar baca tulis dari jam 7 sampai jam 12 mending mereka turun ke jalan. Dengan begitu mereka sudah dapat banyak uang hasil mengamen ataupun mengemis, kalau ke sekolah nggak makan dong, nggak ada duit.

Di sini lain lagi, beberapa hari setelah saya tinggal di Newcastle, saya bertemu dengan perempuan muda. Perempuan itu berjilbab rapi, mengucapkan salam, berbicara dalam bahasa Inggris menjelaskan kalau dia seorang pengungsi dari suatu negara yang mengalami perang (tidak usah disebut ya....). Waktu itu saya bersama suami dan anak saya. Suami segera menjawab "sorry", lalu si perempuan berbicara lagi, kali ini saya kurang jelas, suami kembali bilang "sorry", lalu perempuan itu pergi. Suami menjelaskan jika dia meminta sumbangan dan mengaku sebagai pengungsi, entah kedok saja atau kenyataan.

Berikutnya bertemu lagi dengan seorang ibu-ibu tua, beliau meminta uang untuk membeli makanan karena tidak punya uang (mengaku pengungsi juga), waktu itu dia menyebutkan jumlah "50 pence". Suami saya langsung mejawab "No, sorry we can't help you", ibu itu memandang ke arah saya sambil bilang "please", suami kembali bilang "sorry", ibu itu kembali menatap saya yang sedang kebingungan, lalu saya mengangkat bahu dan bilang " sorry". Akhirnya ibu tua itu pergi. Dalam hati ada rasa bersalah sebenarnya, bagaimana kalau dia memang benar-benar membutuhkan uang? Masak cuma minta 50 peni aja berat, kan nggak ada ruginya, kan bersedekah, dapet pahala, dan sebagainya. Di kepala ini bermunculan banyak tanya dan rasa bersalah. Saya belum sempat bertanya dan berdiskusi dengan suami waktu itu kenapa suami mengambil keputusan untuk tidak memberikan uangnya.

Beberapa hari kemudian, ada surat kabar, di dalamnya terpadat artikel yang menuliskan kenapa tidak diperbolehkan memberi uang kepada peminta-minta yang mengaku sebagai pengungsi atau apapun. Saya mendiskusikan hal ini dengan suami agar pemahamannya lebih dapet. Ternyata pemerintah setempat telah memiliki program tersendiri terkait dengan pengungsi yang ada di Newcastle, entah detailnya seperti apa, jadi kita tidak berkewajiban memberi "bantuan langsung tunai" kepada mereka. Selain itu banyak juga yang mengaku pengungsi, uang hasil mereka meminta-minta ternyata digunakan untuk membeli rokok dan alkohol, itu menurut hasil temuan dari pemerintah. Oleh karena itu warga dilarang keras dan dianggap melanggar hukum jika memberi uang atau yang kita sebut sebagai sedekah kepada mereka. Kita disarankan jika ingin mendonasikan uang kita, disalurkan saja melalui lembaga charity-charity yang banyak kita temui disini, dan merekalah yang kemudian menyalurkan donasi-donasi yang diberikan tepat ke target.

Dalam hati saya berjanji bahwa tidak akan lagi merasa bersalah atau merasa kasihan jika ada yang meminta-minta dengan alasan apapun dan itu pula yang dinasehatkan suami saya. Eh....kemarin waktu nunggu bis di halte, ada bapak-bapak mengucapkan salam dan menjelaskan jika kartunya terperangkap di mesin ATM padahal dia sedang butuh untuk membayar sesuatu. Saya agak ragu, tapi saya merasa kali ini dia tidak mengemis tapi saya melihat ada kondisi terjepit disini dan butuh bantuan "segera", darurat lah istilahnya (menurut pikiran saya), tanpa pikir panjang saya kasih deh uang ke bapak itu. Waktu saya merasa pernah berada di posisi itu yaitu naik angkot dan dompet saya tertinggal, beruntung ada sesorang yang bersedia membayarkan ongkos untuk saya. Setelah bapak itu pergi, saya ditegur oleh seseorang yang berdiri di samping saya, seorang perempuan muda. "Did you give him money?" dengan nada heran dan agak menyesal. Lalu saya jawab "yes". What for? What did he say?" dan lain-lain yang intinya dia kecewa karena saya telah memberi uang kepada bapak-bapak itu. Belum selesai percakapan, perempuan itu lalu naik bis.

Berkelabatan pikiran memenuhi kepala saya, antara bingung, ikhlas, rasa bersalah, ingat nasehat suami, sedekah, dibohongi, mendapat pahala, menyesal, dan rasa-rasa lainnya. Yang saya herankan adalah kenapa ekspresi perempuan muda itu sepertinya begitu sangat kecewa melihat saya dengan mudah memberikan uang kepada orang yang tidak dikenal?? Itu setidaknya ekspresi yang saya tangkap, tapi tidak tahu lagi jika ada pesan yang lain.

Ya Allah....rasanya waktu itu campur aduk....apakah saya kecolongan lagi? Begitu sampai di rumah, saya ceritakan pengalaman ini pada suami. Suami hanya bilang " Kamu memang terlau baik, kadang naif malah". Sedih rasanya hati ini, Alhamdulillah selanjutnya suami mendukung saya, "Anggap saja itu biaya kursus hidup di negri orang". Kalau begini kan pengetahuan bertambah, paling tidak saya juga lebih belajar bagaimana agar lebih tegar menghadapi berbagai macam wajah melas yang ada disini. Baru disinilah saya merasa bersalah setelah melakukan perbuatan yang baik (menurut versi saya), bukan rasa lega dan bahagia tapi sebaliknya.

Kejadian seperti itu tidak sekali atau dua kali saya alami, namun berkali-kali, karena itulah suami saya menyebut saya naif. Dalam hati saya merenung, salahkah menjadi orang naif? Setidaknya saya tidak ingin jika memiliki hati yang dipenuhi oleh prasangka-prasangka yang tidak baik pada orang lain. Saya merasa memang mudah percaya begitu saja dengan orang yang baru saja saya temui, beberapa kali berdampak positif, dan juga tidak sedikit yang merugikan. Ya Allah....kepada siapa lagi meminta perlindungan, selain kepadaMu Ya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar