Kamis, 31 Januari 2013

KOREKSI DIRI


Sukemi bilang bahwa hidup itu cuma sekali. Tak ada lain kali. Jika berkeinginan, segeralah wujudkan. Jangan ditunda-tunda lagi, berusahalah sekuat tenaga untuk mewujudkannya. Siapa tahu jika usahamu yang hari ini belum membawa hasil akan membuka peluang untuk esok hari. Jangan lekas menyerah, sepanjang kaki ini masih bisa ringan melangkah, tuntunlah jiwamu meraih cita-citamu. Lakukan apapun yang kau bisa, apapun itu. Jangan sampai terenggut oleh penyesalan. Optimis menghadapi hidup meski terhampar batu-batu terjal, jurang-jurang menganga, atau padang pasir yang tiada akhir. Itulah Sukemi, dirinya tergambarkan dengan tepat sesuai dengan kata-katanya. Iya bagai belalang yang berlompatan kesana-kemari, tidak lagi berjalan, tidak lagi berlari, namun melompat tinggi, jauh berkali-kali lipat panjang tubuhnya. Bukankan belalang demikian?

Supini lain lagi, menurutnya hidup itu cuma sekali, maka selalu berhati-hatilah. Pikirkanlah dulu sebelum bertindak, ataupun berucap. Pikirkanlah baik-baik sebelum mengambil keputusan, timbanglah dulu baik-buruknya.Salah melangkah, membawa nasib buruk dalam hidupmu, sesal kemudian tiada guna meski engkau menangis meronta-ronta. Begitu kakimu berpijak, kau tak bisa menariknya lagi ke belakang, tak ada waktu untuk itu, karena waktu senantiasa berlalu, bukan berhenti menunggumu.

Suratmi, temanku yang lain lagi. Seingatku aku tak pernah tahu, ia mengucapkan sesuatu tentang hidup. Setiap kutanya gambarannya tentang hidup, dia hanya tersenyum. Pernah aku memaksanya untuk memilih antara prinsip Sukemi atau Supini, harus memilih. Selama beberapa hari dia menghindari aku. Sekarang akupun tak berani menanyakannya lagi. Aku mencoba mencari tahu sendiri, dengan mengamati setiap gerak-geriknya, atau menyimpulkan pendapat-pendapatnya. Barangkali aku bisa menyimpulkan sendiri, kemana kecenderungannya.

Kenapa aku begitu penasaran? Yah yang pertama, jelas karena aku merasa paling dekat dengan Suratmi di antara yang lain-lain. Yang berikutnya aku merasa Suratmi lah yang paling tenang dan tegar dalam menjalani hidup. Aku begitu kagum dengan caranya mengambil keputusan, caranya berbicara. Dan aku merasa sangat nyaman jika berada di dekatnya. Dia seperti berada di tengah-tengah Sukemi dan Supini. Ketika aku coba sampaikan penilaianku itu, dia hanya berpesan "Lihatlah dirimu", itu saja, tak ada kelanjutannya, dan tak ada penjelasannya.

Aku punya teman yang lain lagi. Tak perlulah kusebutkan namanya. Aku berteman dengannya hanya sekedar iseng saja, jika aku merasa begitu kesepian. Aku bahkan sepertinya lupa dengan nama aslinya. Terlalu sering aku memanggil sekenanya, kadang Tun, Min, Sar, suka-suka aku aja. Dia terlalu cuek aku rasa sehingga tak mempedulikan bagaimana aku memanggilnya. Toh dia akan menyahut juga karena dia tahu aku bermaksud memanggilnya, karena tidak ada orang lain lagi.

Suatu hari aku iseng bertanya kepadanya, "Menurutmu, bagaimana pendapatmu tentang Sukemi, Supini, dan Suratmi, Sar?". "Buat apa?" jawabnya. "Bukan buat apa, tapi bagaimana mereka bertiga?" memperjelas pertanyaanku. Sambil tersenyum " Buat apa kau mengurusi mereka? Penting? Seberapa penting? Hidupmu?......." dan seterusnya-dan seterusnya. Malah dicecarnya aku dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak penting. Satu hal, " Menurutmu kau penting di mata mereka?" Itu pertanyaan yang membuatku tidak bisa "ngeyel" lagi untuk minta jawaban kepada si Min. Dia lalu pergi, lalu berbalik, lalu telunjuknya menunjuk ke arah kepalanya, lalu telunjuknya mengarah ke diriku., lalu dia berbalik lagi berjalan. Lalu...................aku masih balum habis fikir..

Lalu, aku menemukan seribu kemungkinan atas diriku. Mungkinkah aku terlalu sibuk terhadap orang lain? Mungkinkah aku terlalu sibuk menilai orang lain? Mungkinkah aku terlalu tenggelam dengan yang orang-orang lain lakukan? Mungkin aku cemas terhadap diriku? Mungkin aku terlalu cemas menjalani hidup? Mungkin aku terlalu cemas berdiri di atas kakiku sendiri? Mungkin....mungkin....

"Lihatlah dirimu". Sepertinya aku mulai bisa membaca kemana arah kata Suratmi itu. Mungkin ini saatnya aku harus lebih peduli terhadap diriku sendiri, menata hidupku sendiri, menjalani masa depanku sendiri. Berhenti dari kesibukan mengurusi orang lain. Karena jika saat ini aku menengok ke belakang, aku tidak melihat apa-apa, karena ternyata aku memang belum melangkah sama sekali. Selama ini ternyata aku hanya diam di tempat, menghabiskan waktu tanpa beranjak. Sukemi, Supini, Suratmi...aku akan mengejar ketertinggalanku. Sar, Min, Tun, atau siapalah....terimakasih telah melontarkan pertanyaan "tidak penting"mu. Oiya maaf karena tidak pernah mengingat namamu.

Rabu, 30 Januari 2013

A Childhood Memory

USED TO :
menyatakan memori masa lalu atau biasa digunakan untuk menggambarkan aktifitas yang sering dilakukan pada masa lalu dan biasanya saat ini tidak dilakukan lagi.

EXAMPLES:
# Positif
firza n uwa1. I used to love school.
2. I used to be frightened of some of the teachers.
3. I used to be frightened of some of the bigger children
4. I used to be very good at maths.
5. My work used to be very neat and tidy.

# Negatif
1. I didn't use to love school.
2. I didn't use to be frightened of some of the teachers.
3. I didn't use to be frightened of some of the bigger children.
4. I didn't use to be very good at maths.
5. My work didn't use to be very neat and tidy.

# Tanya
1. Did You use to love school?
2. Did You use to be frightened of some of the teachers?
3. Did You use to be frightened of some of the bigger children?
4. Did You use to be very good at maths?
5. Did your work use to be very neat and tidy?

Stories:
I used to love school. When I was 4 year old, I want to go to school like my old brother did, but there was no school for my age at that time, so I had to wait a year latter. A year latter, I got into reception. I was very happy. I got new uniform, new shoes, new bag, etc. I used to go to school my self. My mother or my father didn't use to accompany me to go to school.

I used to be frightened of the teacher. There was a Javanese Language teacher, he used to bring a stick when he taught. He used to be hit the students with the stick when they can't answer his questions.

I didn't use to be frightened of some of the bigger children. I was the captain in the class, so didn't used to be frightened of other children, even if they were bigger than me. Ha3....actually sometime I felt affraid, but I used to pretend that I was fearless.

I used to be very good at maths. Do You know why? Because my father was a maths teacher in my class so I used to try to be good at maths, if not, my father used to told me of. Oh my God. One day, I failed in maths test, so I was told of in front of my classnates. So sad.

My work used to be very neat and tidy.My teacher used to ask all of the students to keep the work neat and  tidy.

Song: 
Gotye - Somebody That I Used To Know
[ From: http://www.metrolyrics.com/somebody-that-i-used-to-know-lyrics-gotye.html ]

Now and then I think of when we were together
Like when you said you felt so happy you could die
I told myself that you were right for me
But felt so lonely in your company
But that was love and it's an ache I still remember

You can get addicted to a certain kinda sadness
Like resignation to the end, always the end
So when we found that we could not make sense
Well you said that we would still be friends
But I'll admit that I was glad that it was over

But you didn't have to cut me off

Make it like it never happened and that we were nothing
I don't even need your love, but you treat me like a stranger
And that feels so rough

No, you didn't have to stoop so low
Have your friends collect your records
And then change your number
Guess that I don't need that though



Now you're just somebody that I used to know
Now you're just somebody that I used to know
Now you're just somebody that I used to know

Now and then I think of all the times you screwed me over
But had me believin it was always something that I'd done

But I don't wanna live that way
Reading into every word you say
You said that you could let it go
And I wouldn't catch you hung up on somebody that you used to know-oh-oh

But you didn't have cut me off
Make it like it never happened and that we were nothing (oh)
I don't even need your love, but you treat me like a stranger
and that feels so rough

(oh)



No, you didn't have to stoop so low
Have your friends collect you records
And then change your number (oh)
Guess that I don't need that though
Now you're just somebody that I used to know

Somebody that I used to know
Somebody (now your just somebody that I used to know)
That I used to know
Somebody that I used to know
Somebody (somebody) (now your just somebody that I used to know)
That I used to know

I used to know
That I used to know
I used to know
Somebody


Read more: Gotye - Somebody That I Used To Know Lyrics








Selasa, 29 Januari 2013

MENULIS SURAT


Dikasih tugas dari Fran.
Fran nulis surat ke kita para murid-murid di First Step, trus kita dipersilahkan untuk membalasnya secepat mungkin, gitu ceritanya, dan ini hasilnya.

Dear Fran

      My name Is Devy. I am a new comer here. I have been here since September 2012. I come from Indonesia. It's My first time I have been abroad, so sometimes I feel scared and happy at the same time.

     I was interested to know about yourself, especially about Your cats because I love cats too but I don't have any. My brother had a cat, a Persian white cat, it was so fluffy and I loved her.

     By the way, do You know about My country? But I am sure that You must know about Bali Island because many visitors know about Bali but They don't know about Indonesia.

     So I am in the Uk now, living in Newcastle. I hope I can visit another city in the UK.

With best wishes
Devy

Singkat banget ya jawaban suratku, padahal surat dari Fran panjang kali lebar kayak lapangan sepak bola (lebay). Ya ga papa lah, namanya juga pengalaman pertama nulis surat dengan bahasa asing. Itu aja mikirnya minta ampun sampai berkerut-kerut alisnya. Coba kalau diminta nulis surat pakai bahasa Indonesia, emmm apalagi bahasa Jawa em....

Eh ngomong-ngomong soal bahasa Jawa, dulu jaman aku masuh SD, ada peneliti asing dari Amerika, sambang  ke desaku, Stephanie namanya. Dia sering jadi bahan obrolan orang-orang di desaku, maklum dia satu-satunya "wong londo"* yang hilir mudik di desaku.

Suatu hari dia sedang berjalan sendirian, nggak tau mau kemana, tapi emang udah kebiasaan saben hari dia kemana-mana, dan lebih sering jalan kaki emang. Dia hendak melewati sekumpulan tukang ojek, beberapa tukang ojek yang nimbrung dengan entengnya "ngrasani" pake bahasa Jawa. "Eh...eh ono (maaf) babi* arep liwat rek, wehono dalan yo...minggir...." (Eh ada babi mau lewat, kasih jalan...) sambil tertawa-tawa. Setelah dekat, Stephanie menjawab "Nyuwun sewu nggih babine ajenge liwat" (permisi, babinya mau lewat ya...). Tukang-tukang ojek itu langsung diem. Eh ternyara Stephanie itu emang ahli bahasa Jawa, Jawa kromo inggil malah (Jawa yang sangat halus), makanya dia datengnya ke desa, sukanya ngobrol sama mbah-mbah tua yang masih bisa berbahasa Jawa halus. Hi...hi...hi...biar kapok tuh tukang ojek lain kali nggak asal nyeplos...

* Setiap turis asing, disebut dengan istilah "wong londo", yang sebenarnya artinya adalah orang Belanda, padahal tidak semua turis yang datang berasal dari Belanda, tapi semua disebut londo. Jadi kadang ada sebutan londo Amerika, londo Australia, dll. Jadi di desa saya ada pertandingan sepak bola antara Londo (karena nggak tau berasal dari negara mana) vs Belanda Lucu ya...but I love it.

*Kenapa tukang ojek menyebutnya (maaf) babi, tidak lain karena biasanya turis itu suka makan daging babi atau paling tidak, pernah makan daging babi yang memang dianggap tabu atau aneh oleh masyarakat di desa saya.


Senin, 28 Januari 2013

SEDANG TIDAK ( terinspirasi)


Ada-ada saja, aku merasa lucu saja, dari tadi di depan laptop, kedinginan, sentrap-sentrup karena hidung sebelah buntu, bersanding dengan heater listrik, mlongo. Sesekali mengusap hidung, menari nafas panjang berharap buntunya bisa berkurang, mlongo. Tengok kanan kiri, ada roti, dan minuman, mau bersin eh...tidak jadi, hidung terasa geli, masih tetep mlongo. Sekarang mencoba menutup mulut rapat-rapat biar tidak lagi mlongo....tapi otak tetep kosong (otaknya yang mlongo).

Ah Chairil (Anwar).....setiap kali membaca puisi-puisimu...terpaku. aku memang tidak sepuitis engkau, tidak selihai engkau menuangkan kenyataan dalam rangkaian kata yang menurutku lebih dari sekedar indah. Krawang Bekasi, dulu aku pernah membacanya saat aku SD, waktu itu lomba Porseni (Pekan Olah Raga dan Seni), puisi itu yang terpilih, dan aku yang terpilih untuk membacanya. Waktu itu aku hanya sekedar membaca, tidak memaknainya. yah wajarlah, waktu itu aku masih dalam tahap operasional kongkrit. 

Guruku mengajariku cara membaca puisi. Melatih mimik mukaku, mengatur kapan aku harus membaca dengan berteriak lantang, atau lemah lembut seperti hendak menangis. Kapan aku harus berdiri tegak, mengepalkan tangan, atau membungkuk meratap. Sulit kerasakan waktu itu, mungkin karena aku tak paham maksud isi puisinya. Hari ini aku membaca tentangmu saja, karena sedang tidak ada inspirasi.

Oh Gie, membaca catatan harianmu membuat aku enggan berhenti, tapi harus berhenti memang, karena banyak yang harus aku kerjakan (do the chores, biasa emak-emak). Diarimu mengingatkanku semasa kuliah dulu, demo-demo. Jika kamu berdemo di masa pemerintahan Soekarno, maka aku demo di zamannya Megawati (putrinya). Waktu itu demo tentang penjualan aset-aset negara, tentang harga minyak yang semakin tinggi, anti AS, apalagi ya....lupa. Ya begini ini kalo demo gak pernah niat, sampe agendanya apa aja nggak tau. Maklum waktu itu, ikutan demo selalu karena nggak sengaja, pulang kuliah masih siang, ada kakak angkatan nyamperin, ngajakin ikutan turun ke jalan (waktu itu gabung dengan KAMMI), oke setuju insyaAllah aman.

Besoknya ada kesempatan, ikut lagi, dan lagi. Awalnya berat, panas, bayangin aja demo di siang hari dengan cuaca khas Surabaya, wow, beruntung jika ada pohon. Tapi lama-lama ketagihan juga, ketagihan teriak-teriaknya, lumayan katarsis. Memaki-maki pemerintahan, semua kemarahan rasanya plong (termasuk rasa marah pada teman atau dosen yang "rumit" ikutan plong juga). Setelah kesekian kali akhirnya kapok, gara-garanya waktu itu pengen banget ikut, cuma karena ada sesuatu jadi terpaksa ndak ikut, sorenya dapat kabar dari kakak angkatan kalau demo siang itu rusuh ada provokator. Beberapa aktivis terluka karena pentungan dan dibawa polisi. Situasinya semrawut, kacau. Setelah itu demo mulai surut.

Gie, salut untukmu.
Jika aku berdemo hanya ingin katarsis, engkau berjuang sekuat tenaga, ada cita-cita yang menyertainya. Usiamu yang muda tak menghalangi kedewasaanmu.

Chairil dan Gie, kalian sama-sama mati muda. namun kisahmu tetap hidup hingga hari ini.

Yah beginilah malam ini, akhirnya mengingat-ingat, tepatnya tiba-tiba teringat tentang keduanya, karena sedang tidak ada inspirasi. Membaca-baca hasil karyanya, berharap ada bola lampu yang muncul di atas kepalaku, dengan sekali "klik" tiba-tiba muncul berparagraf-paragraf kata-kata puitis ("Hmmmm....mimpi kali ye" tiba-tiba Kuya nyelonong). Ayo Kuya hipnotis dong " Jika kamu bangun, kamu merasa menjadi Chairil Anwar", eh Pak Tarno muncul, "Jadi apa hayoo..." prok...prok...prok.

Waktunya berhenti sejenak, merenung di atas kasur sambil tidur, barangkali inspirasi datang lewat mimpi. Sudah malam sekali rupanya, aku harus menuruti nasehat dokter untuk tidur 8 jam sehari, biar badan kuat, pikiran sehat, dan hidup semangat. Tunggu sebentar lagi, aku harus menambahkan paragaraf yang ini, biar kelihatan lebih banyak daripada paragraf sebelumnya. Kata penutup mungkin, dan ucapan terimakasih. Terimakasih kepada kedua tokoh muda sepanjang masa, (karena engkau meninggal di saat muda, maka mudalah yang ku kenang) kalian begitu banyak menginspirasiku untuk menulis, meski kalian tidak mengetahuinya. Menulis membuat kalian panjang umur, mungkin hingga 1000 tahun lagi. Terakhir doa "Bismikallahumma ahya wa bismika amut", amin Ya Robballalamin.

AKU ( bukan Chairil)


#1
Melangkahlah dengan tegak, namun bukanlah kesombongan yang tampak. Angkat dagumu, bukan juga karena congkak. Tajam tatap matamu, yang bukan berarti galak. Hanya ingin mencoba optimis, menjalani sisa hidup yang tak selalu manis.Hanya ingin mencoba tak menangis setiap ada luka yang mengiris. Agar terlihat tegar, tak perlu setegar batu karang di tengah samudera, cukup seperti ilalang saja, yang senantiasa bergoyang tertiup angin, mampu bertahan hidup meski salju sepanjang musim menutup, tetap menghijau meski ribuan kaki manusia menjejak, dan akan terus mencoba tumbuh meski selalu tersisih.

Jangan lupakan senyuman, meski agak tertahan. Tertahan karena luka, atau tertahan karena badai cobaan. Senyum yang kau berikan untuk orang lain sebenarnya akan kembali padamu jua, semakin banyak engkau memberi, akan semakin banyak pula engkau menerima. Senyum yang engkau kembangkan, telah mengirimkan pesan bahwa engkau senantiasa merasakan kebahagiaan, jika pun tidak demikian, orang yang menerima telah mengaminkan.

#2

Aku yang sedang membicarakan diriku sendiri
Memberikan pesan untuk diriku sendiri
Aku yang terlalu sibuk dengan diriku sendiri
Bukan berarti tak peduli dengan orang lain
Justru karena aku peduli
Aku menasehati diriku sendiri
Mencoba memperbaiki diri
Sendiri dulu

#3

Kepada kamu
Tak perlu risau
Mengartikan setiap tulisan
Mencari makna dibalik kata
Mengiyakan yang sebenarnya tidak
Berkata tidak karena menolak

#4

Ini semua tentangku
Dan mungkin akan selalu begitu




Minggu, 27 Januari 2013

JOURNEY

devsal
ilustrasi: koleksi pribadi

Hari ini rasanya lelah sekali, tapi juga puas dengan segala yang telah dilakukan seharian ini. Sungguh menguras energi dan emosi. Boleh istirahat untuk sesaat, selanjutnya berjuang lagi, dan lagi. Begitulah hari-hari orang dewasa atau boleh dibilang mulai tua mungkin. Selalu berkejar-kejaran dengan segala hal, tak hanya waktu, semuanya saja, sebutkanlah satu persatu.

Hari demi hari berganti, kecemasan demi kecemasan terpaksa terlampaui, kepuasan demi kepuasan terjalani. Semuanya tentang hari esok, demi hari esok, yang tak kan pernah kita tahu pasti apa yang ada di sana. Tidak ringan memang. Belum lagi jika hati terbebani kisah kemarin, masa lalu yang mengganggu, berlalu lalang dalam ingatan, seakan memberi enggan untuk langkah ini. Berat dan semakin berat, bagai menarik pedati penuh dengan kapas putih melawan arus di sungai yang deras.

Tiba-tiba saja aku rindu, dengan masa kecilku yang dulu. berlari bebas menerjang hujan tanpa payung dan alas kaki. Menari dengan irama titik-titik hujan, melambai kesana-kemari, dan tak peduli saat ibu memanggil-manggil untuk menghentikan tingkahku itu. Ibu marah sekali, dua kali. Lalu hujan datang lagi di lain hari, akupun dengan riang hati menari lagi, ibu pun marah untuk kesekian kali. Tapi aku bisa menikmati, tak ada kecemasan di hati. Semua begitu menyenangkan, hari-hari begitu riang, begitu bebas. Aku bisa mengarungi sungai seharian, menelusuri pematang sawah sepanjang siang, sekedar berlarian di kebun kacang, dan istirahat di bawah pohon yang rindang. Sungguh menentramkan.
ilustrasi: koleksi pribadi

Jangan takut dengan hari esok....bukankah hari ini adalah kecemasanmu yang kemarin? Kata sebuah buku yang aku lupa siapa penulisnya, namun kata itu selalu muncul begitu saja dalam ingatan. Yah, begitulah seharusnya seorang yang dewasa, berdiri di atas pundaknya sendiri, tak ada lagi ibu yang senantiasa memarahi. Menghadapi sendiri semua yang serba tak pasti. Hidup terpaksa harus memilih, tumbuh mendewasa, atau berhenti, menua dalam ego kekanak-kanakan.

(Menarik nafas ........) Yah......harus bisa memulai,....tidak, bukan,....aku ingin memulai, melangkah lagi, berlari lagi. Meski lelah tak apa sesekali berhenti, sejenak saja, sekedar menikmati guyuran hujan yang lembut, atau duduk menengadah menikmati sejuknya pohon rindang dan berlalu lagi. Menjadi dewasa bukanlah sebuah hasil, melainkan perjalanan panjang tiada henti. Aku, berjuanglah.

Sabtu, 26 Januari 2013

SELALU DAWAI ....

"Ingin menjadi apa kau kelak nak?" "Presiden, aku ingin dihormati semua orang di negri ini, lihatnya tiap kali presiden melewati jalan ini, semua warga keluar rumah, melambai-lambaikan tangan sambil tersenyum, sepertinya semua warga menyukainya, mengelukannya, dan mendoakannya semoga panjang umur". "Tidak, aku ingin menjadi dokter saja, karena aku bisa menyembuhkan setiap orang yang sakit, jika ada tetangga dan saudara yang panas menggigil, tak perlu, tak perlu khawatir, aku hanya perlu memberi suntikan di bagian tubuhnya, dan pasti kembali ceria". "Jika aku besar nanti, mungkin juga aku ingin menjadi astronot, menjelajahi luar angkasa tanpa batas, menjejakkan kakiku di sebuah planet disana, mengukirkan namaku, duniapun akan mengagumiku, seperti mereka mengagumi Neil".

http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQJWItQfo98bwNhHe4L2Yyp
CQEd0i91XcBpXn6FnoYK8MhNc7uQF6kvwRA5Sw
Aku yakin, kau pasti mampu meraih apa yang kau mau, menjadi apa yang kau idam-idamkan. Cita-citamu sungguh baik, hebat, dan penuh semangat. Harapanmu juga sangat manusiawi sekali, kau ingin disayangi oleh semua orang, seperti halnya saat kau masih kecil, atau saat kau ditimang bundamu, kau begitu disayangi banyak orang, semua memanggilmu manis, semua suka memeluk dan menggendongmu, membelai-belai rambutmu, dengan nyanyian penuh kasih sayang. Kau juga ingin bisa membantu orang lain, meringankan penderitaan orang lain, seperti yang bundamu lakukan terhadapmu. Ketika kau susah tidur karena gatal gigitan nyamuk di punggungmu, bunda senantiasa mengelusmu hingga engkau terlelap, saat jemari kecilmu tertimpa buku yang terjatuh dari meja, bundamu dengan segera meniup dan mencium tanganmu sambil berkata " Cup sayangkau, kau pasti baik-baik saja, ada bunda di sini". Dan kau, tentu saja menginginkan kejayaan, pengakuan, bahwa kaulah yang terhebat, kaulah yang terbaik, kenang-kenanglah selamanya. Memang demikian, manusiawi. Tak ada yang salah dengan semua itu.

Aku bahagia, mendengar kau begitu semangat dengan masa depanmu, menggambarkan semua keindahan-keindahan yang akan engkau raih kelak. Semua tampak nyata di depan mata. Aku tak hendak mengecilkanmu, juga bukan hendak membuatmu ragu-ragu. Tak ada itu.

Sesungguhnya, jika aku boleh berharap padamu, jika aku bisa meletakkannya sedikit saja di pundakmu, aku hanya kau ingin menjadi dirimu sendiri. Ya...sepenuhnya dirimu, dirimu yang aku lihat sekarang ini, jujur tanpa terbebani apapun. Itu lebih dari cukup bagiku. Sesungguhnya, itulah hal tersulit yang aku rasa untuk diraih. Mungkin kau sulit menggambarkannya saat ini. " Menjadi diri sendiri? Bukankah akan selalu begitu? Bagaimana mungkin aku bisa menjadi orang lain? Jika aku terlahir sebagai Dawai, bukankah aku tua dan mati sebagai Dawai? Yah...kecuali jika aku mengganti namaku dengan yang lain mungkin".

Bukan itu, kau bisa saja menjadi Dawai yang bukan Dawai lagi. Kelak banyak topeng-topeng yang singgah di wajahmu, di seragammu, di nama depan atau belakangmu, atau yang lain-lain yang memaksamu meninggalkan identitas Dawai mu. Kemudian kau melihat, berbicara, berperilaku bukan atas nama hati nuranimu, tapi atas nama gelarmu, atas nama jabatanmu, atas nama kekuasaanmu, atau apalah....yang telah tanpa sadar menjauhkanmu dari hakekat dirimu, memadamkan suara hatimu. Menjadi diri sendiri amatlah sulit, lontarkan saja tanya kepada orang di sekitarmu "Siapakah kamu?" dan lontarkan juga tanya itu pada dirimu "Siapakah aku?"

Kelak, jika engkau dewasa nanti, aku ingin tetap melihat Dawai, memeluk Dawai, membelai Dawai, dan bukan melihat seorang presiden, memeluk seorang dokter, atau membelai seorang astronot. Aku hanya ingin Dawai-ku yang tak ragu mencelotehkan kejujuran, menyanyikan kedamaian tanpa imbalan.

Jumat, 25 Januari 2013

MENULIS SAJA

sumber ilustrasi:
http://isucceedbook.com/wp-content/uploads/2011/05/write-a-book.jpg


Jika sedang marah.... menulis saja, jika sedang sedih.... menulis saja, jika sedang negatif..... menulis saja. Menulis apa? Menulis apa saja, tentang sumpah serapahmu, tentang makianmu, tentang tangismu, tulis semua. Tulis semua detailnya, hingga titik, koma, serta tanda serunya, atau bahkan ada tanda tanya di sana. Biarlah yang titik tidak selalu berarti berhenti, biarlah yang koma tak selalu berarti bernafas, dan biarlah tanda tanya tak selalu berjawab. biarkan saja apa adanya. Biarkan yang berjejal di hati berpindah lembar demi lembar.

Jangan pernah meneriakkkan serapahmu ke dalam ruang hampa, gaung yang kembali ke telingamu akan terasa lebih menusuk hati, serasa dimaki oleh diri sendiri. Jangan pula kau tumpahkan pada keramaian, tentulah disangka hilang kewarasan. Jika dipendam saja bisa merusak batin dan pikiran, seperti kata seorang ahli jiwa. Bisa-bisa hilang ingatan, atau tiba-tiba saja muncul seorang kawan yang selalu mengajakmu tersenyum dan tertawa, mengajakmu menari-nari, menyanyi mendendangkan kisah hidupmu, sebentar kau menangis karena merasa pilu, lalu kembali tertawa, menertawakan kesedihanmu. 

Maka menulis sajalah....sebanyak yang kau bisa, jika sudah lelah, hempas saja buku dan penamu, telungkupkan wajahmu di sana, keluarkan air mata yang menyesak-nyesak. Begitu seterusnya....sampai suatu masa, ketika sudah bisa kembali tertawa, bacalah kesedihanmu, bacalah kemarahanmu, di suatu sore yang santai, atau di pagi yang damai, tentu kau akan menemukan kejenakaan di sana, kelucuan yang tiada kau duga. Betapa kekanak-kanakannya saat amarah menguasai kepala, betapa konyolnya saat kemurungan memenuhi hati. Yah...begitulah.

Simpan saja tulisanmu, sampai nanti, kau beranak dan bercucu, kau bisa menceritakan kepada mereka, sebagian kisah lucu dari hidupmu.

IF ONLY.....

sumber ilustrasi:
http://senikerajinan.files.wordpress.com/2008/09/patung-jawa.jpg

Seandainya saja aku bisa tahu isi hatimu, pasti kita bisa dengan segera menjadi akrab, menjadi teman yang sangat dekat, bahkan menjadi saudara yang kemesraannya melebihi dari saudara kandung.

        Seandainya saja aku bisa tahu isi hatimu, semuanya menjadi lebih mudah, karena aku tahu bahwa kita memiliki banyak persamaan, engkau menyukai caraku tersenyum, akupun menyukai caramu tersenyum, engkau menyukai caraku tertawa, aku juga, engkau menyukai caraku mengolok-olok dunia, aku pun mengagumi caramu menyinisi kehidupan. Semuanya akan begitu terasa nyaman, dan akan selalu baik-baik saja. Sekarang ataupun nanti.

        Seandainya saja aku bisa tahu isi hatimu, tentang engganmu, tentang bencimu, tentang semua yang tak kau sukai, termasuk kehadiranku, dengan alasan apapun itu. Engkau tak kan perlu berpayah-payah, berupaya menyadarkanku tentang kebencianmu. Aku akan dengan senang hati berlalu. Tak perlu engkau menghabiskan nafasmu hanya sekedar mengungkapkan kegerahanmu kepadaku dengan berbelit-belit. Tak perlu engkau bermuka masam dalam senyuman. Karena aku sudah tahu, tentu.

        Tapi tak apa, meski kenyataannya aku tak bisa menyelami isi hatimu, tak mengetahui jelas maksudmu, hanya kebimbangan demi kebimbangan yang melaju, aku bisa merasakan getaran itu. Hanya karena aku tak tahu pasti. Maafkanlah saja aku, atau bencilah sesuka hatimu, karena aku akan tetap begini, seperti ini, tak bergeming seperti patung yang tidak tahu diri. Sadari saja bahwa apapun yang kau lakukan hanya berbuah kesia-siaan. Pesanku, kasihani saja dirimu.

Rabu, 23 Januari 2013

KISAH NEGRI DAN TETANGGAKU

http://www.youtube.com/watch?v=Uy4Vobxx7ik


Secara tidak sengaja saya menemukan video ini, awalnya saya mencari lagu-lagu Band Coklat, yang merupakan salah satu band favorit saya zaman sekolah dulu, dan saya menemukan ini. Saya amati video clipnya, pas banget dengan judul lagunya "Tanah Air" ciptaan Ibu Sud. Ada sebait kata "Mempertahankan atau Dirampas" selanjutnya ada foto-foto beraneka ragam kesenian mulai dari Reog Ponorogo, Tari Pendet Bali, Wayang kulit, dan lain sebagainya. Saya akhirnya menangkap maksudnya yang tidak lain ada hubungannya dengan tetangga kita.

Sudah lama cerita antara kita dan tetangga kita berkisar tentang itu-itu saja, saling klaim, merasa milik kita dicuri, hak kita di rampas, martabat kita direndahkan dan seterusnya, dan seterusnya....tak apa itu selalu terjadi dalam hidup bertetangga. Saya tidak sedih, saya tidak marah, karena buat apa? Dan tentunya tidak baik buat kesehatan batin saya.

Saya mencoba melihat itu semua secara positif. Negara kita memang dianugerahi Allah dengan kekayaan yang luar biasa, buktinya beberapa kali negara kita jatuh dari tangan penjajah yang satu ke tangan penjajah yang lain, dan yang paling gayeng, krasan disini ya meneer-meneer itu sampai kurang lebih 3,5 abad, itu menandakan mereka krasan di negri kita kan, karena merasa semua yang mereka butuhkan ada disini.

Setelah kita merdeka, fenomena yang muncul kemudian adalah banyak kekayaan negri kita yang kemudian diakui oleh negara lain. Ibaratnya, kalau manusia, negri kita ini orang paling kaya di suatu desa, lahannya banyak, emasnya banyak, propertinya banyak, saking banyaknya sampai-sampai berserakan karena bingung gak bisa ngerawatnya. lalu, ibaratnya ada orang yang "baik hati" mau ngerawat tuh barang yang berserakan, dibersihkan, dipoles dan diberdayakan, trus dipublikasikan pula....nah pas dipublis itulah, negri kita, yang ngerasa punya barang baru terkejut, kaget, dan mulai marah, mencak-mencak kesana-kemari. Hemmm...terlambat dah.

Kesimpulannya, negri kita emang benar-benar kaya, nggak diragukan lagi...orang jawa bilang sugih sak jagat kerat. Buktinya didatangi "pencuri". Pencuri pasti datengnya ke rumah-rumah orang kaya bukan? Yah kecuali pencuri kepepet yang nyuri jemuran dan sendal seadanya he3...tapi kalo pencuri elit? Jadi daripada marah-marah dan mengumpat ndak jelas, marilah mulai mendata apa aja kekayaan negri ini, dikembangkan, dan dupblikasikan bahwa ini lho punya kita, asli, made in Indonesia, nggak ngarang-ngarang ato ngambil dari produk negara lain. Kalau perlu, sebagai negeri yang kaya, kita bersedekah pada mereka yang membutuhkan he3..... Tapi sekiranya marilah tugas itu kita serahkan pada pejabat yang berwenang saja (pemerintah) yang emang ngurus hal semacam itu. kalau saya kan cuma pejabat sie konsumsinya Al Imanu he3.... Selain itu, negri kita kan punya banyak mentri dan wakil rakyat? biar kerja lah mereka, kita tinggal kipas-kipas menunggu hasil. Hasil yang lebih baik tentunya :-)

Tulisan ini tidak bertujuan untuk memojokkan suatu kaum apapun, hanya gelisah setiap melihat saling sumpah serapah antar tetangga, bukankan antar tetangga harus saling rukun? Demikian kata Pak Solikin, ketua RT di desa saya. Merdeka!!!


Selasa, 22 Januari 2013

MILLIN CENTRE

    
      Di sinilah tempat saya belajar bahasa Inggris gratis, namanya Millin Centre. Millin Centre ini semacam komunitas atau tepatnya kegiatan untuk komunitas yang ada di sekitarnya. Kegiatannya berupa kursus beraneka ragam, mulai kursus bahasa Inggris bagi mereka yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, kursus memasak, kursus keterampilan, kegiatan ibu dan balita, dan banyak lagi.

     Kali ini saya hanya mengikuti satu kegiatan saja yaitu ESOL (English for Speakers of Other Languages), karena menurut saya itulah kebutuhan saya yang paling mendesak saat ini, yaitu bisa ngomong bahasa Inggris dengan aksen Inggris, kursus yang lain menyusul aja ntar he3.... Kenapa mendesak? meski saya sebenarnya nggak buta-buta amat bahasa Inggris tapi ternyata untuk ngomong sehari-hari aja susahnya minta ampun, di pikiran dah ada, cuma ngeluarkannya itu lho sulit....macam orang sembelit..ck...ck...ck

    Gak cuman itu, pendengaran saya jadi sombong sejak di sini, tiap diajak ngomong sama orang gordie (sebutan orang asli sini) bawaannya sorry dan excuse me mulu...soalnya pengucapan mereka emang beda banget dengan bahasa Inggris yang sebelum-sebelumnya saya pelajari di zaman sekolah, misalnya saja ya black saya ngomongnya blek, ternyata sini ngucapnya blak, water (wote) jadi wo'er), jumper (jemper) jadi jumpa, tuh kan semrawut...jadi andalannya kalo kepepet ya pake bahasa tarzan lah...slaman, slumun, slamet.

    Alhamdulillah setelah beberapa minggu gabung di tempat ini, pendengaran jadi lumayan lah...ngomongnya masih megap-megap tapi sudah bisa sampai tujuan. Gurunya sabaaaar banget...yang mengena di hati namanya Sharon, orangnya cantik, telaten, dan lucu...kapan ya bisa foto sama orangnya..hi3...ngarep. Sharon suka lho dengan pulau Bali ternyata.

    Oiya peserta ESOL nya berasal dari manca negara, Indonesia (contohnya saya sendiri), Bangladesh, Srilanka, Iraq, Slovakia, Arab Saudi, dll. Kalo lagi break, biasanya mereka ngerumpi dengan bahasa masing-masing, dan saya yang waktu itu belum punya temen Indonesia, cuma diem, nulis-nulis, baca-baca, pokoknya pura-pura serius, padahal sebenernya salting n bingung mo ngapain...kadang nimbrung juga ngobrol pake bahasa Inggris seadanya Alhamdulillah, kadang sama-sama ngerti, sering juga sama-sama mlongo karena aksen kita beda jadi nggak ngerti apa yang diucapkan, he3...akhirnya jurus ampuh adalah senyum sambil ngangguk (bergaya sok paham).Nah sekarang sudah ada mbak Indah Puji Mulyani yang juga gabung di Millin, jadi lumayan ada teman ngrumpi he3...asyik...asyik...Ayo siapa lagi yang mau gabung?

Senin, 21 Januari 2013

Rindu Matahari

http://aiharabettychan.files.wordpress.com/2012/05/snow-1.jpg

Seharian ini, salju menyambangi bumi
menyelimuti tanah, atap, dan ranting
sejauh mata memandang, bermandikan warna putih

indah, lembut, suci
menjernihkan hati
tawa dan canda mengiringi jatuhnya butiran lembut
memaknai segala waktu yang terlewati

melupakan sejenak padaku tentang matahari
yang kukenal garang selama ini
cahayanya yang menantang
melombakan peluh dan kaki yang berlari
menggemuruhkan isi kepala
berdesak-desak hendak meledak

saat ini
matahari tak bernyali
mencairkan beku yang membatu

dibalik nafasku
aku merindukan matahariku

COVER GIRL CILIK





Awalnya mbak Ara malu-malu dan sedikit kagok (nervous) saat diarahkan gayanya, eh...lama-lama merasa rileks juga. Setelah ditunjukkan hasilnya, Subhanallah ternyata menurut kami sangat bagus...

Mbak Ara waktu itu pakai baju seadanya, alias tidak bermaksud berdandan untuk berfoto, waktu itu pas nganter abi berfoto, trus mbak Ara minta difoto juga, akhirnya ya dengan baju seadanya yang dipakai saat itu ambil gambarnya. Alhamdulillah pengarah gayanya juga pinter ngarahin mbak Ara, dan inilah hasilnya....natural.

AZZAHRA MELICA MARZIE RAMADHANI


bermain bersama 

Azzahra, nama anak pertamaku. sekarang umurnya 2 tahun 4 bulan. Dia sudah bersekolah di PAUD Taman Harapan Sumber Sekar. Sepulang aku bekerja biasanya aku tanyakan kegiatannya selama di sekolah, biasanya dia akan menjawab "bu lulik cama bu dina" meski bukan itu yang aku tanyakan. yang disebut adalah nama gurunya. Tak lama kemudian di akan berucap "tepuk badut, hidung tomat, pipi tembem, peyut gendut, goyang-goyang, badut...badut" sambil menggerak-gerakkan tangan dan pinggulnya. dan semuanya pun tertawa melihat polahnya. setelah itu biasanya dia akan meraih tasku "emen ya, raca kola? adik mau? sambil mencoba mengaduk-aduk isi tasku untuk mencari permen cola yang dimaksud. ketika tidak menemukannya, dia meraih tanganku supaya aku mau mengambilkan permen yang dimaksud.he...he...Ara memang suka banget sama permen. Maemnya tidak diemut tapi langsung dikunyah, sehingga belum sampai 1 menit permennya sudah amblas dan pasti minta lagi.

Oiya, belum kuperkenalkan ya panggilan anakku, panggilannya dik Ara. Rambutnya keriting spiral, jadi ketika dia bangun tidur dan belum sisiran rambutnya lucu karena terlihat abstrak, dan semakin menggemaskan. tapi kalau rambutnya disisiri malah kelihatan aneh he...karena keriting spiralnya tambah awut-awutan jadinya "njebobog" hi....hi....tapi setelah disisiri dia senang dan biasanya segera mencari cermin atau mencari abinya sambil bilang"abi...dik aya cantik?" wah ditanya seperti itu, abinya tidak tahan segera memeluk dan menciumi dik Ara "aduh anak abi lucu dan pinter, mmuah...mmuah" lain kali aku postringkan foto dan videonya ya.InsyaAllah.

Tulisan ini saya buat pada 3 Maret 2009 di blog yang lain, ini saya sedang mengumpulkan tulisan saya di blog yang terpisah-pisah.

Minggu, 20 Januari 2013

Snowy...luv...luv...

mbak Ara membuat jejak malaikat bersayap

Asyik....salju datang lagi....maen ke park ya Mi....sama Abi juga ya....

Itulah mbak Ara sekarang, kalau salju datang selalu heboh....


Awal pertama dateng ke kota ini, mbak Ara sering protes, disini tidak enak, tidak ada teman, tidak ada matahari, malamnya datangnya cepat ndak seperti di rumah. " Masak berangkat sekolah malam pulangnya juga malam" maksudnya berangkat sekolahnya pagi jam setengah 8 masih belum ada matahari, nah pulangnya jam setengah 4 sore sudah gelap juga, maklum sedang datang winter, jadi seperti itulah kondisi disini.

Abinya menceritakan kalau sebentar lagi salju akan datang makanya mataharinya muncul cuma sebentar, matahari muncul lama nanti di musim panas. dan mbak Ara selalu bertanya "Kapan musim panas? besok?" begitulah seterusnya jika membicarakan tentang musim di bulan ini. Awal salju turun, mbak Ara manyun..."Wah aku nggak bisa main Mi...di luar dingin", "Bisa", jawab abinya "Ayo pake jaket tebel, sarung tangan, dan boot". Mbak Ara agak heran awalnya, mau diajak kemana sama Abi, mungkin seperti itu isi hatinya. setelah sampai di Park, salju dimana-mana. Melihat itu mbak Ara kagum " Wow banyak sekali saljunya" lalu mulailah berlari kesana kemari menginjak-injak salju yang belum masih segar baru saja turun dari langit, belum ada jejak sepatu di sana. Mbak Ara mulai mengambil salju dan meremas-remasnya, melemparnya, setelah itu merebahkan badannya di atas salju sambil menggerak-gerakkan tangannya meninggalkan jejak serupa sayap malaikat di sana.

menjatuhkan diri di hamparan salju

menari menikmati guyuran salju

Sejak itulah mbak Ara selalu menantikan salju, bahkan saat pagi hari hendak berangkat sekolah, tiba-tiba salju turun, mbak Ara tetap meminta untuk berangkat sekolah...sepanjang jalan berangkat ke sekolah menyempat-nyempatkan diri bermain dengan salju. Jika pulang, perjalanan akan lebih lama, karena mbak Ara selalu berhenti dan bermain jika melewati taman dengan saljunya yang putih, sambil minta di abadikan dengan kamera... yak satu...dua...tiga....

Iri? Derito Lo kali....

foto ilustrasi : dokumen pribadi

Iri? Derito Lo kali....

Iri? Siapa yang iri? Iri sama siapa? Nggak lah yau...jauh-jauh...deh...
Itulah mungkin jawaban yang ada di benak ketika pertanyaan itu muncul. Rasanya nggak mungkin ada rasa itu muncul...karena iri identik dengan hal yang negatif, tidak baik, dosa, jauh dari iman deh pokoknya...kalo toh ada, gak bakalan ada yang ngaku....
Tapi...saat peristiwa demi peristiwa berjalan, setiap hari, bertemu dengan teman-teman, sahabat bahkan orang tidak kita kenal dengan dekat yang mungkin kita anggap memiliki sedikit kelebihan daripada kita....dengan tanpa sadar kita mengeluarkan kata-kata yang bernada mengkritik, sedikit menjelekkan, agak merendahkan, lumayan mengacuhkan, terkadang menyindir....trus apa dong maksudnya?.... tentu saja yang melakukan nggak bakalan nyadar kalo itu menyakiti lawan bicaranya.
“Aku gak bermaksud menyinggung kok, nggak bermaksud bikin sakit hati juga....suer...aku ikhlas” Ya...iyalah ikhlas menjatuhkan orang lain, seperti pencuri yang ikhlas mencuri ayam tetangganya seperti koruptor yang ikhlas menerima suap, hi...hi...hi...
Melihat temannya seneng, manyun 1 cm, temannya punya barang baru, manyun 2 cm, lihat itu.. manyun...lihat ini... manyun...trus kapan senyumnya? Apa yang kita ekspresikan, sadar gak sadar selalu tercermin di wajah kita, dan itu bisa tahan lama lho, makanya hati-hati dalam berekspresi. Coba ngaca dan perhatikan garis di sekitar mulut anda (biasanya disebut garis senyum), kira-kira mana yang dominan, garis senyum atau garis manyun....jika merasa belum bisa melihat apa-apa, amati lagi lama-lama akan jeli juga dan menemukan garis yang dimaksud. Berkacalah dengan ekspresi netral, gak pake senyum-senyum kayak ngadep kamera, netral aja....perhatikan manyun atau senyum. Kalo senyum, syukur...berarti kita termasuk orang yang berfikir positif...meskipun kenyataan hidup mungkin tidak selalu demikian. Tapi kalo manyun...nah lho...pikir sendiri kira2 kenapa?....sering bete? Sakit hati? Iri? Sakit hati karena iri? Hufff...
Iri sebenarnya gak jelek-jelek amat, asal gimana kita bawain iri ini ke arah yang positif. Iri saat melihat nilai ulangan temen lebih bagus, ya...belajar dong....iri ngeliat temen beli baju baru?...nabung dong biar bisa beli...iri liat temen bisa nari?...yah ikut klub nari kek, gabung latihan kek...dan lain-lain...gampang kan?...
Eits ternyata gak segampang itu. Iri lebih banyak menguasai hati dan kepala daripada dikuasai hati dan kepala. Jadi iri yang kemudian memegang kendali bagaimana bersikap dan berkata-kata pada orang yang membuat kita iri...akhirnya bikinlah gara-gara...dengan menyalah-nyalahkan orang lain ...soalnya dia begini...dia begitu..., menjelek-jelekan ..tau gak dia itu bla...bla...bla...sebenernya aku tuh..bla...bla...bla...tapi dia yang bla...bla...bla....
Capek deh....udah capek dikuasai iri,  lebih menderita lagi kalo orang yang dimaksud gak ngerasa...hadeh....so...iri...derito lo kali...gue? nyantai aja tuh... saatnya uji nyali...bertarung dengan rasa iri, kira-kira kita bakalan dikuasai atau menguasai rasa iri dan mengarahkannya pada hal-hal yang positif. Coba deh...kalo nggak kuat, tinggal lambaikan tangan ke arah kamera ya....:-p
Semoga bermanfaat J