Berbicara itu sudah terbukti dari masa-masa dahulu kala bukanlah hal yang mudah. Khususnya berbicara yang tidak menyakiti orang lain. Adakalanya saat sudah mencoba berhati-hati, ternyata tetap saja ada yang kecolongan, orang Jawa bilang keceplosan. Sehingga apa yang kita sampaikan secara tidak sengaja telah menyakiti orang lain.
Merasa tersindir
Hal ini pasti sangat sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari, entah saat berinteraksi dengan teman, pasangan, ataupun keluarga. Bukan kita yang merasa tersindir orang lain, melainkan perkataan apa yang kita lontarkan ternyata membuat orang lain merasa tersindir, dan menjadi tidak nyaman. Syukur-syukur jika yang bersangkutan langsung bertanya "maksudnya?", kita bisa langsung mengklarifikasi atau segera memperbaiki susunan kata-kata kita agar lebih mudah diterima tanpa salah paham. Tapi kalau lawan bicara kita ternyata orangnya pendiam, atau sukanya menyimpan dalam hati, wah....itu yang bikin kita tidak sadar atas kesalahan kita. Bisa-bisa orang dengan tipe seperti ini tahu-tahu langsung menghindari bertemu dengan kita. Jadi kita juga harus peka nih kalau tiba-tiba ada orang yang menghindari kita, atau jadi males bertemu, jangan-jangan kita lah yang menjadi penyebab kemalasannya.
Merasa terabaikan
Biasanya terjadi saat berkelompok. Misalnya saja saat kita sedang bertiga, yang dua orang asyik ngobrol, tanpa menghiraukan orang yang ketiga. Tema nya pun pas hanya diketahui oleh dua orang tersebut. Mau tidak mau, orang yang ketiga tersebut pasti merasa diabaikan, dan tidak nyaman. Meskipun sebenarnya kedua orang tersebut sedang menyelesaikan suatu cerita yang belum selesai mereka bicarakan di hari sebelumnya. Meskipun cerita keduanya netral sekalipun, namun jika saat itu mengabaikan salah satu pihak yang kebetulan di tempat yang sama, otomatis sangat membuat tidak nyaman. Tahu-tahu orang ketiga ini jadi sangat pendiam dan enggan diajak berbicara, inti nya merasa malas lah setelah dicuekin sekian lama. Begitu giliran kita mau ngomong, eh dia tiba-tiba duluan ngomong "Talk to may hand"......??!!
Sok memberi perintah
Terkadang secara tidak sadar kita bermaksud minta tolong atau memberi saran kepada teman ataupun pasangan, tapi dengan nada seperti orang yang sedang memberi perintah. Ayo lakukan ini, lakukan itu, jangan begini, jangan begitu, dan sebagainya, dan sebagainya. Banyak lho kejadian seperti ini, lawan bicara bukannya ikhlas membantu, tapi malah jengah, emang siapa gue? Eh siapa elo kok merintah-merintah gue? (begitulah mungkin translate Cak Lontong). Bukankah kita ini kawan, teman, sahabat, partner, pasangan? Bukan juragan sama pembantunya kan? Wah saya juga harus introspeksi nih, jangan-jangan selama ini saya seperti itu pada suami saya. Habis inilah saya tanya ke suami saya. InsyaaAllah.
Kalau ke anak-anak saja kita mengajari supaya bilang "minta tolong", atau "please", tapi ke sesama teman dan pasangan, kadang suka lupa. Tahu-tahu yang dimintai tolong sudah sewot sambil menghadap tembok, takut ketahuan kita. Atau kalau nggak gitu pasang status galau di media sosial #feeling irritated. Nah lho.....kita juga ikut bertanggung-jawab lho dengan statusnya, kalau terbukti memang kita yang menyebabkan kegalauannya. Astaghfirullahaladziim.
Merasa diserang
Adakalanya apa yang kita sampaikan pada orang lain secara tidak sengaja membuat lawan bicara kita harus membuat pembelaan-pembelaan. Jika demikian, berarti lawan bicara kita merasa kita serang melalui apa yang telah kita sampaikan. Apanya sih sebenarnya yang merasa terserang? Ya pasti wilayahnya tidak jauh-jauh dari ego dan harga diri, atau ke-aku-an nya yang merasa direndahkan. Contoh, misalnya ada dua perempuan sedang mengobrol, katakan saja A dan B. A bilang ke B kalau kemarin sore suaminya tiba-tiba membeli makanan kesukaannya saat sepulang dari kantor, padahal tidak merasa memberi pesan atau sedang tidak ada hal yang spesial, tumben saja suaminya begitu. Dan si A hanya ingin berbagi keheranannya saja dengan si B. Ternyata si B malah merespon lain, dia menceritakan balik kebaikan-kebaikan suaminya kepada dirinya. Jadi bukan merespon apa yang diceritakan A, melainkan menceritakan kebaikan-kebaikan dan keromantisan suaminya terhadap dirinya, dengan lebih heboh. Seolah-olah ingin menunjukkan pada A bahwa suaminya juga tidak kalah baik dan tidak kalah romantis daripada suami A. Nah kan....jadi salah maksud.
Lebih baik jika anda menjadi A, dengarkan saja cerita B hingga selesai, tanggapi dengan baik. Atau jika anda merasa si B sudah berlebihan dalam menceritakan suaminya yang super romantis, lebih baik beri jeda sebentar saat dia sudah selesai berbicara, lalu alihkan topik pembicaraan ke arah yang lain. Nah aman kan, jadi tidak ada debat kusir dan jadi ajang saling membuktikan bahwa suami masing-masing lah yang paling istimewa.
Soal merasa diserang ini, bisa bermacam-macam topiknya, selain topik terkait suami juga topik-topik tentang prestasi anak-anak kita baik di sekolah maupun di luar sekolah, situasi ekonomi keluarga, bahkan seberapa sering kita liburan pun menjadi topik yang sensitif untuk dibicarakan, karena orang mudah sekali terpancing dan merasa terserang. Hemmm, kita harus hati-hati ini berbicara hal-hal yang positif tentang keluarga kita, lebih baik diminimalisir deh, mending ceritanya disimpan sendiri, ndak perlu dibagi-bagi. Pelit amat ya he3.....
Adakalanya apa yang kita sampaikan pada orang lain secara tidak sengaja membuat lawan bicara kita harus membuat pembelaan-pembelaan. Jika demikian, berarti lawan bicara kita merasa kita serang melalui apa yang telah kita sampaikan. Apanya sih sebenarnya yang merasa terserang? Ya pasti wilayahnya tidak jauh-jauh dari ego dan harga diri, atau ke-aku-an nya yang merasa direndahkan. Contoh, misalnya ada dua perempuan sedang mengobrol, katakan saja A dan B. A bilang ke B kalau kemarin sore suaminya tiba-tiba membeli makanan kesukaannya saat sepulang dari kantor, padahal tidak merasa memberi pesan atau sedang tidak ada hal yang spesial, tumben saja suaminya begitu. Dan si A hanya ingin berbagi keheranannya saja dengan si B. Ternyata si B malah merespon lain, dia menceritakan balik kebaikan-kebaikan suaminya kepada dirinya. Jadi bukan merespon apa yang diceritakan A, melainkan menceritakan kebaikan-kebaikan dan keromantisan suaminya terhadap dirinya, dengan lebih heboh. Seolah-olah ingin menunjukkan pada A bahwa suaminya juga tidak kalah baik dan tidak kalah romantis daripada suami A. Nah kan....jadi salah maksud.
Lebih baik jika anda menjadi A, dengarkan saja cerita B hingga selesai, tanggapi dengan baik. Atau jika anda merasa si B sudah berlebihan dalam menceritakan suaminya yang super romantis, lebih baik beri jeda sebentar saat dia sudah selesai berbicara, lalu alihkan topik pembicaraan ke arah yang lain. Nah aman kan, jadi tidak ada debat kusir dan jadi ajang saling membuktikan bahwa suami masing-masing lah yang paling istimewa.
Soal merasa diserang ini, bisa bermacam-macam topiknya, selain topik terkait suami juga topik-topik tentang prestasi anak-anak kita baik di sekolah maupun di luar sekolah, situasi ekonomi keluarga, bahkan seberapa sering kita liburan pun menjadi topik yang sensitif untuk dibicarakan, karena orang mudah sekali terpancing dan merasa terserang. Hemmm, kita harus hati-hati ini berbicara hal-hal yang positif tentang keluarga kita, lebih baik diminimalisir deh, mending ceritanya disimpan sendiri, ndak perlu dibagi-bagi. Pelit amat ya he3.....
Allah SWT menciptakan lidah manusia tidak bertulang bukan untuk sembarang mengucapkan kata-kata tanpa kendali, melainkan mempermudah kita untuk beradaptasi sesuai dengan situasi yang lawan bicara hadapi, serta agar kita lebih mudah memilah mana yang pas dan kurang pas untuk dibicarakan. Wallahualam.
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab shahihnya (hadist no. 6474), dari Sahl bin Sa'id bahwa Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ يَضْمَنَّ لِي مَابَيْنَ لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
"Barangsiapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) sesuatu yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, kuberikan kepadanya jaminan masuk surga."
Semoga Allah SWT selalu melimpahkan hidayah kepada kita dan kekuatan agar kita selalu bisa menjaga lisan kita. Amin.
Sumber hadist:
http://muslimah.or.id
#Ayat hari ini:
Surat An-Nazi'at (Malaikat-malaikat yang mencabut) ayat 6-10
6. (Sungguh kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam.
7. (tiupan pertama itu) diiringi oleh tiupan kedua.
8. Hati manusia pada saat itu merasa sangat takut,
9. pandangannya tunduk.
10. (Orang-orang kafir) berkata "Apa kita benar-benar akan dikembalikan kepada kehidupan yang semula?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar