Rabu, 19 Agustus 2015

Negara Kaya Vs Kemiskinan

Newcastle City Centre

Suatu hari, saya, suami dan anak saya sedang berjalan-jalan ke Newcastle city centre. Menjelang siang, anak saya pun merasa kelaparan karena memang tidak membawa bekal hari itu. Jadilah kita memutuskan untuk membeli sesuatu di Greggs (toko roti dan sandwich) yang sekiranya halal untuk kita konsumsi. Kamipun memasuki toko dan mulai memilih-milih menu vegetarian atau paling tidak menu kelautan (baca: ikan-ikanan).
 
Nah...ini dia, kami menemukan pizza vegetarian, bismillah. Kamipun menuju kasir, mengantri untuk membayar. Di depan kami ada 3 atau 4 orang yang juga mengantri bersama kami. Di tengah heningnya mengantri, tiba-tiba si mbak-mbak kasir berteriak, "Please pay for your sandwich... hey... please pay for your sandwich!" Sambil melihat ke arah laki-laki memakai topi yang sedang berjalan dengan tenang keluar dari toko. Kami dan para pengantri lain hanya bengong saja sambil berdiri di tempat yang sama. Tidak ada seorang pun yang mengambil tindakan untuk turut mencegah pencurian itu. Si mbak kasir itupun hanya tersenyum kecut sambil kembali melanjutkan melayani pelanggan yang sudah mengantri. Dan melenggang bebaslah si pencuri makanan itu.
 
Posisi mbak kasir itu memang tidak memungkinkan untuk berlari mengejar pencuri itu karena tidak ada pintu di dekat area dia berdiri. Jika ingin berlari maka harus memutari etalasi kue yang panjang di depan dia. Sementara saya dan suami tidak berani berbuat apa-apa. Kami jadi berfikir, pencurian itu jika terjadi di Indonesia, tidak perlu repot-repot, si mbak tinggal teriak maling aja, mungkin pria pencuri tadi sudah jadi semacam "tahu gejrot". Sebaliknya, situasi waktu itu sungguh tenang, tidak ada orang-orang yang berbuat anarkis. Mungkin bisa jadi mereka tinggal lapor polisi, cek kamera CCTV, beres deh. Mungkin jika orang-orang main hakim beramai-ramai, malah tidak baik buat diri mereka sendiri ke depannya. Bisa-bisa mereka masuk dalam catatan polisi, akibatnya akan sangat fatal buat karir dan masa depan mereka. Di sini aturan mainnya begitu soalnya.
 
Kamipun akhirnya makan kue di sebuah bangku panjang yang ada di sekitar city centre sambil terus membicarakan kejadian yang sedikit membuat kami shock. "Kok bisa ya orang itu mencuri kue dengan tenangnya, kok bisa ya orang-orang hanya diam saja, kok bisa ya si mbaknya akhirnya cm senyum kecut aja, kok bisa ya...kok bisa ya..." Dari pertanyaan kok bisa tadi, saya pun tiba-tiba terpikir hal lain. "Untung yang dicuri cuma satu ya bi", kata saya kepada suami. "Jadi ya kalau kasirnya harus mengganti ya nggak banyak lah, tapi jengkel sih pastinya".
 
"Ya Allah bi....orang itu pastinya sangat kelaparan sampai-sampai harus mencuri". Berganti perasaan merasa bersalah dalam hati, padahal sejak tadi saya merasa gemes dan geram dengan si pelaku. Kini saya malah merasa kasihan, dan menyesal, kok kenapa tadi tidak terfikir untuk membayar sandwich yang dicuri orang itu. Ya Allah...kini perasaan kami jadi bercampur aduk.
 
Masak sih ada orang kelaparan di negara besar dan kaya seperti Inggris ini? Mata uangnya aja nilainya paling tinggi di dunia. Eits jangan salah, meskipun Inggris adalah salah satu negara yang sudah berkembang (developed bukan developing lagi) namun ternyata permasalahan perekonomian masih tersu menerpa dengan hebatnya, mulai dari pengurangan benefit untuk kesehatan, naiknya tarif transportasi, sampai naiknya harga bumbu dapur di pasar. Di jalan-jalan dengan mudah kita temukan orang-orang yang tidur di depan pertokoan dengan bermodal sleeping bag dan tas ransel, sesekali mereka bilang "Change please", yang artinya mereka meminta uang receh pada kita. Ironis memang. Padahal kebanyakan mereka masih muda, kulitnya putih (lha iyo mesthi lha wong londo kok), ganteng, dan bahasa Inggrisnya bagus (nguk). Mereka kalau di ekspor ke Indonesia bisa jadi artis, menggeser pemeran GGS. Hush..kembali ke topik.
 
Beberapa komunitas sosial, termasuk komunitas tempat saya mengikuti kursus, mereka menggalang food bank. Apa itu? Yaitu semacam menggalang bantuan berupa bahan makanan mentah tapi yang awet, seperti makanan kaleng, dan makanan instan. Mereka akan susun dalam wadah seperti parcel lalu dibagi-bagikan setiap pekan sekali. Guru saya pernah bercerita bahwa antrian untuk mendapatkan parsel gratis itu bisa sangat panjang. Di lain tempat juga pernah di adakan pembagian makanan siap konsumsi yang gratis, itupun antriannya juga panjaaaang sekali, subhanallah.
 
Intinya, biarpun negara berkembang, biarpun negara maju, berperang melawan kemiskinan itu memang sudah bukan hal yang aneh. Yang dapat kita lakukan sebagai warga mungkin meningkatkan rasa welas asih kita terhadap sesama, rasa kepedulian kita kepada orang lain. Paling tidak jangan sampai tetangga kiri dan kanan kita kelaparan sampai harus mencuri demi untuk makan (nabok diri sendiri). Semoga Allah selalu mengalirkan hidayah kepada kita semua sehingga kita menjadi orang-orang yang peka dan berhati welas asih kepada sekililing kita, amin.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar