Sabtu, 02 Februari 2013

Maaf, Tidak Sengaja



Saat aku sedang menulis ini, tetangga sebelah sedang bertengkar rupanya. Mereka pasangan dari wilayah Afrika kalau tidak salah, tepatnya dari negara mana, aku tidak tahu. Suara perempuan berteriak-teriak  bersahutan dengan suara laki-laki yang tak kalah garangnya. Aku merasa yakin kalau itu pertengkaran meski aku tak paham bahasanya, tapi dari nada suaranya, intonasinya, kecepatannya dan lain sebagainya, aku sangat yakin kalau itu pertengkaran. Juga ada back sound, suara anak kecil sedang menangis dan seperti gebrakan di meja atau sesuatu yang keras, jadi lengkap sudah hipotesisku, no correction at all. Seingatku pertengkaran ini tidak hanya berlangsung hari ini saja, dua hari yang lalu aku dan suamiku mendengar suara yang sama.

Kali ini suaranya lebih keras, durasinya semakin lama, anak kecilnya berteriak semakin keras, ngeri aku mendengarnya. Aku selalu takut dengan suara pertengkaran yang keras seperti ini. Aku takut jika kemudian hal-hal buruk terjadi. Anak-anak yang melihatnya pasti akan trauma, turut memendam kesedihan dan kemarahan. Hanya itu yang mereka bisa, mereka tidak bisa menengahi pertengkaran orang dewasa, mereka belum bisa mengungkapkan ketidaknyamanannya melihat pertengkaran itu. Mereka tidak bisa berbuaut apa-apa, merekalah yang paling lemah saat ini. Semoga segera berakhir.

Aku tahu betapa tidak nyamannya menjadi seorang anak  yang tentu saja powerless, diantara kejadian yang tidak nyaman. hanya bisa memandang, menatap, beruntung jika bisa menghindar, pergi dan berlari, sehingga tidak perlu mengetahui apa yang selanjutnya akan terjadi. Yang penting tahu endingnya saja, apakah kembali baik-baik saja meski mungkin tidak sebaik awalnya, atau berakhir buruk tanpa ada saling maaf.

Pada saat situasi seperti itu, aku ingin lekas menjadi besar, menjadi dewasa, segera. Sehingga aku memiliki keberanian untuk berteriak, atau aku berani mengambil keputusan untuk berlari menjauhi mereka. ya...paling tidak aku memiliki keberanian walau sedikit. Sungguh tidak nyaman terperangkap dalam tubuh anak-anak saat situasi seperti itu. Padahal saat itu justru memori daya tangkapnya sangat tinggi, setiap detail kecemasan dan kemarahan mampu tersimpan dengan sempurna, yang kelak bisa saja rekaman itu muncul kembali menjadi semacam gangguan yang bisa menghambat perkembangan.

Syukurlah suara pertengkaran itu sudah tidak terdengar lagi, tinggal suara lirih anak kecil sedang menangis. Pertengkarannya boleh dibilang tidak sampai 2 jam, namun akan tersimpan di memori anak itu selamanya, dan mempengarhi anak itu selamanya, hebat bukan? Yah bukan sulap, bukan sihir, dan bukan trick.

Maaf jika tulisan ini adalah hasil proses menguping. Tidak sengaja menguping sebenarnya, tapi tetap saja menguping. Peace aja deh. Semoga bermanfaat :-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar