Selasa, 23 Juli 2013

Kue Monster?


Dua hari yang lalu saya berniat mengunjungi salah seorang teman. Mumpung masih dalam rangka ramadhan maka saya berinisiatif membuat bolu mekar. Mulailah saya ke dapur menyiapkan bahan dan peralatan. Giliran saya membuka-buka buku resep, masyaAllah saya tidak berhasil menemukan resep bolu kukus mekar disana, padahal seingat saya, saya sudah mencatatnya begitu selesai searching di mbah google. Yah beginilah pertanda penuaan yang mulai menghampiri. Akhirnya saya memutuskan memakai resep bolu kukus pelangi. Dalam hati, ah pasti sama saja resepnya, sama-sama bolunya, pasti berhasil. Saya meyakinkan diri, meski tetap tidak yakin sebenarnya. Soalnya sudah kepalang tanggung mau membuka laptop lagi.

Dengan membaca bismillah saya mulai mencampur bahan satu persatu sambil di mix. Setelah dirasa cukup, saya menyiapkan cetakan bolu kukus mekar, sekaligur melapisinya dengan kertas roti. Lalu segera panaskan pengukus. Oiya sentuhan terakhir, saya menambahkan essence vanila dan pewarna pada adonan, hemmm harum, pasti enak. Ini kesimpulan awal saya berdasarkan aroma yang saya cium dari adonan mentah itu. Lalu saya mulai memasukkan sesendok demi sesendok adonan ke dalam cetakan.

Saatnya mengukus. Karena merasa penasaran, saya enggan beranjak dari kukusan, saya pelototi terus adonan di cetakan yang dikukus, ingin tahu apa yang terjadi selanjutnya. Pada menit ke 10, ada tanda-tanda roti akan mekar, wow tentu saja terus mekar, bagus seperti jamur. Saya sangat senang sekali. Setelah dirasa cukup waktunya, dan menurut perkiraan saya sudah matang. Pelan-pelan saya angkat tutup pancinya, dan....ah.....kuenya tiba-tiba mengempis seperti balon yang meletus, mengkerut, dan bantat. Yah....batin saya kecewa berat. Tapi masih ada sisa adonan. 

Sisa adonan yang ada akhirnya saya cetak di wadah berbentuk kotak yang biasanya memang saya pakai untuk mencetak bolu kukus pelangi, berharap ini hanya masalah ketidaksesuaian antara resep dengan cetakan. Saya masukkan cetakan yang telah terisis adonan ke dalam kukusan, berharap ada keajaiban. Setelah beberapa menit kemudian, terlihat adonan mengembang sedemikian rupa, penuh sampai menyentuh tutup pengukus. Rasa kekhawatran tetap ada, namun saya tetap merasa positif dan optimis (meski keciiiil sekali). 

Ini dia saat-saat yang paling mendebarkan, yaitu saat mengangkat tutup pengukus untuk mengambil adonan. Jangan-jangan mekarnya kue itu haya fatamorgana belaka seperti kejadian pertama. Akhirnya saya memberanikan diri mematikan kompor, kue masih mengembang dengan indahnya, lalu pelan-pelan tangan saya memegang tutup pengukus. Saya angkat perlahan, dan yah.......kempes lagi kuenya, seperti balon kempis, lebih parah malah, sudah tidak berbentuk juga, karena sisa yang mekar tadi jadi menggelambir kesana-kemari. Huft....rasanya sejuta pokoknya, campur aduk, antara sayang dengan bahan yang telah terpakai, tenaga, dan waktu yang sudah habis.

Tapi setelah dicium, aromanya enaaaak sekali. Akhirnya saya beranikan diri menunjukkan hasil karya saya pada mbak Ara yang sedang berpuasa setengah hari. Mbak Ara bertanya nama kuenya, sekenanya saya jawab kalau itu kue jamur. "Kok bisa umi bikin bentuk yang kayak gini?" tanyanya lagi. Belum sempat saya menjawab, dia melanjutkan "kayak monster mi", masih sambil memegang dan diputar-putarnya kue itu, matanya terlihat mengamat-amati dengan seksama. Mungkin dalam hatinya bertanya, bentuknya saja begini, bagaimana nanti rasanya ya.....saya mengambil nafas dalam-dalam berusaha tenang dan berlapang dada mendengar pendapatnya lagi. "Enak mi rasanya, aku sukaaaaaa sekali, bikin yang banyak ya mi". Alhamdulillah, plong rasanya. Syukurlah ada yang menemani menghabiskan kue monster ini nanti saat magrib.

Saatnya abi datang. Abi hanya tersenyum saat melihat kue itu di atas meja. "Kue apa itu mi?" tanyanya. "Kue gagal abi". "Ndak gagal kok mi, baunya aja enak, mungkin bentuknya aja yang kayak zombie", lanjutnya tenang. Aduh kompak banget nih abi ma anak, satunya bilang monster, satunya bilang zombie, nggak ada yang lebih bagus? Protesku, tapi itu cuma dalam hati saja, karena masih berharap abi juga mau membantu menghabiskan kue itu saat magrib tiba.

Adzan magrib berkumandang. Saatnya mencicip. Alhamdulillah abi pendapatnya positif sekali, "enak". Mengucapkannya terlihat tulus dari hati, berarti memang sungguh-sungguh enaknya. Emm...kalau saya rasakan memang yah...lumayan. Tapi karena kue yang tidak jadi itu, saya memutuskan untuk menunda berkunjung ke rumah teman. Kawatir ada istilah baru lagi selain monster dan zombie, jika saya memaksakan diri membawa kue itu ke rumah teman he...he...he...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar