Kamis, 29 Agustus 2013

Retardasi Mental vs Jatuh Cinta


Ketika saya SMA, salah seorang guru saya bercerita tentang seorang gadis berusia 20an ke atas, berparas cantik. Dia juga sudah memiliki calon suami. Sepanjang masa pendekatan dan pertunangan, semuanya lancar-lancar saja, hingga akhirnya terjadilah sebuah pernikahan. Gejala yang sedikit di luar dugaan adalah saat malam pertama, si gadis, yang kini telah menjadi istri, tidak mau "dipeluk-peluk" oleh pria yang kini adalah suaminya. Awalnya si pria menduga bahwa si gadis ini hanya menggodanya, namun semakin agresif si pria, semakin marah pula si gadis.

Beberapa waktu berlalu dengan kejadian yang sama, si gadis sangat marah sekali tiap kali "didekati". Akhirnya si pria memberanikan diri bertanya kepada ibu si gadis terkait peristiwa malam pertama dan malam-malam selanjutnya. Si ibu dengan agak berat hati akhirnya menceritakan bahwa sesungguhnya anak perempuannya mengalami retardasi mental, namun tidak berani mengungkapkan sebelum-sebelumnya karena khawatir, si pria akan menolak menikahi anak gadisnya jika mengetahui kondisi yang sebenarnya. Akhirnya si ibu merasa bersalah dan menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada si pria, apakah akan melanjutkan mahligai perkawinannya atau menceraikan anak perempuannya.

Si ibu juga perupaya melakukan komunikasi dengan anak perempuannya. Si Ibu bertanya, apakah dia kini membenci pria yang telah menjadi suaminya. Si anak menjawab, bahwa dia tetap menyukainya. Lalu si ibu juga menanyakan mengapa dia selalu marah jika suaminya mendekatinya. Anak perempuannya menjawab, bahwa suaminya mendekatinya saat dia ingin tidur, dia tidak ingin diganggu, dia ingin bersantai seperti biasa, seperti hari-hari sebelum menikah. Menurutnya, pria yang disukainya itu kini sering mengganggu dirinya. Lalu ibunya bertanya lagi tentang apa itu pernikahan menurutnya, si anak menjawab bahwa pernikahan itu adalah memakai gaun yang cantik, berdandan, dan duduk di pelaminan dan tidak lebih dari itu. Si ibu juga berupaya memberikan gambaran tentang pernikahan serta hak dan kewajiban suami istri, namun anaknya bersikeras bahwa dia tidak mau dan tidak mengerti kenapa harus begitu. Si ibu pasrah mendengarkan jawaban putrinya.

Selanjutnya guru saya tidak menceritakan lagi kelanjutan kisah suami istri, apakah kemudian bercerai, atau harus berjuang menjalani hari demi hari.

#################################################################

Kejadian selanjutnya saat saya magang di sebuah sekolah khusus bersama teman-teman kuliah. Sekolah itu terdiri dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas. Dengan kondisi murid yang bermacam-macam keunikannya, serta guru-guru yang sabar dan selalu ceria menghadapi tingkah polah murid-muridnya.

Waktu kami di briefing oleh guru, saat saya sedang konsentrasi mendengarkan arahan dari guru sekolah tersebut, tiba-tiba teman saya menyodorkan selembar kertas terlipat 2. Lalu spontan saya membukanya, tidak ada tulisan di sana, hanya ada gambar bulat, segituga, dan beberapa persegi panjang dan lingkaran di ujungnya. Saya menanyakan apa maksudnya, teman saya menjawab kalau kertas itu dari anak yang duduk di ujung sana, katakanlah namanya Radit, selanjtnya baru aku tahu bahwa Radit berusia 15 tahun dan mengalami retardasi mental. Ketika saya melihat ke arahnya, Radit segera melambaikan tangannya. Spontan teman-teman saya senyum-senyum.

Ternyata maksud gambar yang ada di kertas itu adalah gambar tentang saya yang dibuat Radit, lingkaran itu wajah saya, segitiga diluar lingkaran itu kerudung saya, dan persegi panjang itu adalah badan, tangan, dan kaki saya he...he...he....

Saat saya mau pulang dari sekolah itu, tiba-tiba saja Radit mendekati saya, apakah saya ada waktu luang malam minggu nanti. Dia berencana mengajak saya menonton di bioskop. Saya tidak langsung menolak, namun semakin ingin tahu dan penasaran apa saja rencananya. Lalu saya melontarkan beberapa pertanyaan lagi, seperti naik apa kesana. Dia menjawab pergi ke bioskopnya naik mobil. Apakah Radit bisa menyetir, lalu dia menjawab tidak. Papa nya lah yang nanti akan menyetir, nonton bioskopnya juga ramai-ramai, menurutnya nanti akan ada papa, mama, dan kakak-kakaknya. Dan rencananya saya akan dikenalkan oleh semua anggota keluarganya.

Saya bertanya, kenapa harus berkenalan, dia menjawab karena dia sudah menceritakan tentang saya sebagai seseorang yang disukainya, dan ingin agar keluarganya tahu tentang saya. Dalam hati antara penasaran dan cemas. Akhirnya saya memilih untuk berinteraksi secara aman dengan Radit, alhamdulillah lama-kelamaan Radit tidak lagi sering menghampir-hampiri saya dan mengajak nonton bioskop karena selalu saya alihkan pembicaraan ke topik yang lain. Hingga magang selesai, alhamdulillah semuanya lancar.

#################################################################

Dari kedua gambaran di atas terlihat bahwa anak dengan retardasi mental juga memiliki ketertarikan dengan lawan jenisnya. Mereka juga ingin mengekspresikan rasa ketertarikannya terhadap lawan jenisnya. Kebutuhan akan hal ini tetap tumbuh seiring pertumbuhan fisiknya. Hanya saja tentu ada perbedaan-perbedaan antara apa yang dialami mereka yang normal dan mereka yang mengalami retardasi mental, diantaranya yaitu;

~Pemahaman
Pada remaja retardasi mental pemahaman akan rasa ketertarikan terhadap lawan jenis tentu saja berbeda dengn orang normal. Perbedaan ini salah satunya dipengaruhi oleh kemapuan berfikirnya. Penderita retardasi mental akan sulit memahami sesuatu yang sifatnya sangat konseptual dan rumit. Padahal dalam sebuah hubungan hal yang biasa dan mudah saja bisa sangat menyulitkan buat orang yang normal. Permasalahan yang sebenarnya mudah solusinya bisa menjadi rumit jika perasaan sudah mengambil peranan. Seperti misalnya contoh pada peristiwa yang pertama bahwa si gadis hanya memahami pernikahan sebagai sebuah prosesi belaka dan tidak ada lagi proses di belakangnya seperti melayani suami, berperan sebagai seorang istri, menantu, dan lain sebagainya.

~Ekspresi
Pemahaman yang mereka terima tentu saja akan mempengaruhi dalam berperilaku, hal ini bagaimana seorang penderita ini mengungkapkan perasaan atau rasa suka yang muncul terhadap lawan jenisnya ataupun bagaimana cara mereka memperlakukan orang yang mereka sukai. Pada kasus Radit, remaja 15 tahun yang duduk di bangku kelas 1SMP itu memilih menggambar orang yang dia sukai lalu memberikan hasilnya kepada seseorang itu. Radit tidak merasa rendah hati dengan hasil karyanya. Sedangkan di lain pihak ada saja remaja yang mengambil jatah SPP nya untuk membelikan sesuatu yang "wah" bagi seseorang yang disukainya. Sementara Radit cukup dengan mempersembahkan karya sederhananya, yang menurutnya sudah cukup untuk mewakili rasa sukanya.

Dalam kehidupan bermasyarakat seperti di negara kita ini, dimana norma-norma kesopanan dan kesusilaan masih melekat, diharapkan mereka juga dapat menaati dan tidak melanggar norma-norma ini. Sebenarnya bukan hanya mereka saja yang diharapkan demikian, namun pada kasus retardasi mental ini dikawatirkan karena ketidaktahuan mereka tentang nilai-nilai dan kemampuan anggota tubuhnya sehingga mereka terjerumus dalam pergaulan bebas, atau hamil di luar nikah. Atau bisa saja mereka menjadi korban pelecehan seksual yang tidak mereka sadari akibat pemahaman mereka yang rendah.

Oleh karena itulah pendidikan seks dibutuhkan lebih intens bagi mereka, terutama dari orang tua dan orang-orang di sekeliling mereka. Mereka banyak belajar dari apa yang mereka amati sehari-hari, seperti contoh kasus di atas, si gadis melihat pernikahan sebagai pesta, memakai gaun indah, dan duduk di pelaminan, selebihnya tidak tahu apa yang ada di balik konsep perkawinan itu sendiri. Sementara Radit memilih mengajak menonton bioskop bersama keluarga, karena si kakak juga pernah melakukan hal yang demikian, sehingga menurutnya begitulah cara berperilaku jika dia menyukai seseorang.

Pendidikan seks juga dibutuhkan agar mereka mampu mengontrol dorongan-dorongan seksual yang dianggap tabu jika harus dipertontonkan di depan umum dan menyalurkannya secara tepat. Dikarenakan banyak media-media yang dengan gampangnya mempertontonkan adegan-adegan yang kurang terpuji atau yang sebaiknya tidak perlu digambarkan secara detail dan gamblang sedemikian rupa yang dapat menyebabkan salah paham. Artinya bisa saja mereka meniru adegan tersebut karena ada contoh di "depan mata", dan tidak "terjadi apa-apa". Padahal kenyataannya tidak demikian.

#################################################################

Saya tidak tahu lagi kabar tentang Radit selanjutnya setelah saya tidak lagi magang di tempatnya bersekolah, dia apakah patah hati? Atau sudah melupakan saya? Atau bisa jadi dia menemukan kakak magang lain yang lebih disukainya. Karena belakang saya mengetahui bahwa sebelum Radit menyukai saya, ternyata dia juga menyukai teman saya yang sebelumnya juga magang di sana, nah lho....benar kah? Kok jadi saya yang patah hati hik...hik... :-p

Tidak ada komentar:

Posting Komentar