Senin, 04 November 2013

Pendidikan Ideal?


Berbicara tentang pendidikan yang ideal bagi anak-anak memang tidak akan ada habisnya. Perdebatan panjang tentang standar yang lebih baik maupun metode yang dianggap paling tepat untuk diterapkan dalam kegiatan belajar dan mengajar di sekolah juga tiada habisnya dibicarakan.

Kabar terakhir yang saya dengar tentang pendidikan di Indonesia adalah bahwa tenaga pendidik atau guru kini lebih disibukkan oleh sertifikasi, dan insentif, serta hal-hal semacam itu. Mereka tidak lagi fokus untuk mengajarkan dan menyampaikan ilmu pada anak didiknya yang merupakan tugas utamanya. Atau sibuk mengubah statusnya dari menjadi tenaga honorer menjadi PNS. Saya tidak paham apa yang sebenarnya terjadi dengan "pahlawan tanpa tanda jasa" kita dinegeri ini.

Sementara ada kelompok lain, yaitu para orang tua yang kebetulan tinggal di luar negeri untuk sementara karena menempuh pendidikan lanjut. Mereka membawa serta anak-anak mereka yang otomatis anak-anak ini bersekolah di luar negeri pula, mencicipi bagaimana sistem pendidikan di negara yang mereka tinggali. Beberapa diantara mereka kemudian menjadi sibuk membanding-bandingkan kualitas pendidikan di Indonesia dengan pendidikan di sekolah anak mereka kini belajar. Biasanya hasil akhirnya menyatakan bahwa sistem dan kualitas pendidikan di luar negeri lebih baik daripada sistem dan pendidikan di Indonesia. Sementara ada kelompok lain lagi yang kemudian menyetujui pendapat tersebut, dan turut mencaci maki buruknya pendidikan di negeri ini. 

Namun juga ada kelompok lain, dan lainnya lagi yang mulai jengah dengan pembandingan-pembandingan itu, salah satunya meneriakkan " Sudah banyak orang berpikiran begitu, secara, banyak orang indo yang sekolah di luar negeri ya otomatis anaknya ikut sekolah di negara yang sama. Rata-rata mereka protes dengan sistem pendidikan di Indonesia, tapi kalau tidak ada yang nge-gebrak maka hal itu hanya berputar-putar di seputar akun twitter dan FB. Gimana kalau ada yang memulai, seperti...(menyebut nama salah satu sekolah dasar) gitu?".

Hemm
Bagi saya pribadi dan keluarga, menikmati sistem pendidikan yang berbeda-beda adalah sebuah pengalaman baru, baik bagi anak saya yang menjalaninya langsung, maupun bagi kami, orang tua yang memiliki peran membantu proses belajar anak selama di rumah. Semua sistem pendidikan di tiap-tiap negara memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing, tidak melulu kurikulum yang berasal dari luar itu lebih baik dari kurikulum yang dimiliki negara kita.

Saat anak saya masih sekolah di Taman Kanak-Kanak di Indonesia, saya tidak perlu lagi mengajarkan mengaji, gerakan sholat dan bacaannya, shiroh nabi, nama-nama malaikat dan tugas-tugasnya, hafalan surat-surat pendek, dan lain sebagaimana yang merupakan ilmu utama yang harus dimiliki oleh setiap anak muslim. saya hanya perlu membantu seperlunya, karena di sekolahnya, setiap hari guru di sekolah sudah membiasakan dan mengajarkan ke anak-anak tentang itu semua, juga tentang sopan-santun dan adab-adab islami beserta hadisnya. Jadi tugas orang tua saya khususnya saya lebih ringan dalam hal ini. Namun sebaliknya, selama sekolah disini, saya sendirilah yang harus mengajari anak saya tentang itu semua, semampu saya dengan ilmu yang tidak banyak saya miliki. Karena selain di sekolah juga tidak dikenalkan, juga tidak ada TPA yang murah meriah bertebaran di mana-mana. Ada sebuah TPA yang saya tahu, pengajarnya orang-orang Turki, namun mahal (bagi saya), dan waktunya masih belum pas dengan jadwal anak saya (anak saya ikut bis sekolah sehingga pulangnya agak terlambat ikut muter-muter dulu mengantar anak-anak yang lain). Alhamdulillah ada juga TPA buatan teman-teman Indonesia sendiri seminggu sekali, yah lumayan lah meski tidak seintensif waktu di Indonesia dulu yang bisa ke TPA setiap hari.

Di sekolah TK dulu anak saya mendapat target dari gurunya bahwa sebelum lulus dari TK tersebut, semua murid harus sudah bisa membaca, menulis, dan berhitung. Ketika anak saya masih TK A, sudah mulai saya kenalkan dengan calistung, harapannya bila sudah mendahului target dari sekolah, maka anak saya di sekolah belajarnya bisa lebih santai. Alhamdulillah saat naik ke TK B, anak saya sudah bisa membaca lumayan lancar sehingga guru di sekolahnya pun mengajarinya tidak lagi seintens dan setegang mengajari anak-anak yang belum bisa membaca. Di rumah saya juga lebih santai, saya tinggal menumbuhkan minat bacanya agar kemampuan bacanya semakin lancar, misalnya dengan membelikannya buku-buku yang menarik, majalah, atau sesekali saya tunjukkan koran.

Selama disini, saya agak kurang paham dengan target-target sekolah, saya juga bingung dengan materi pelajaran disini, maka saya perlu mengambil kursus "Keeping Up with The Kids", untuk membantu anak saya terkait pelajaran di sekolah. PR anak saya biasanya selama ini yang sering diberikan oleh gurunya adalah membaca, seminggu biasanya 2 hingga 3 kali guru memberikana buku baru untuk dibaca di rumah, dan orang tua menulis di buku diary sekolah anak tentang PR membaca yang sudah dilakukan anak. Sesekali ada PR berhitung, namun jarang sekali, dalam satu bulan belum tentu ada PR menghitung ini. Di lain sisi saya sebagai orang tua merasa santai, dan bahagia karena tidak terlalu disibukkan dengan pelajaran anak he3....tapi dilain sisi sebenarnya bingung, apa saja sih target belajar disini sebenarnya.

Oiya pelajaran agama disini sifatnya umum, semua agama dikenalkan pada anak-anak, namun yang lebih banyak tentu saja kristiani sebagai mayoritas agama di sini. Jadi jangan kaget jika tiba-tiba anak saya bertanya siapa itu sinterklas, siapa itu yesus, dan segala macamnya, membuat saya kelabakan karena harus memberikan penjelasan yang hati-hati agar dapat diterima oleh nalarnya. Saya juga, beserta suami tentunya, bekerja keras mengenalkan berbagai macam hari perayaan yang ada dalam agama Islam, karena tentu saja tidak ada di sekolahnya. Kami sengaja membuat pesta kecil-kecilan, atau membelikannya baju baru atau mainan baru saat perayaan Idul Fitri dan Idul Adha, agar anak saya lebih terkesan dengan perayaan agamanya sendiri daripada perayaan agama lain. 

Saat ini saya kurang begitu paham dengan kurikulum di Indonesia karena menurut kabar dari teman saya, tahun ini ada kurikulum baru, kurikulum 2013, saya tidak tahu apa perbedaannya dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Namun yang pasti tidak perlu berendah diri dengan sistem pendidikan di negara kita, tidak perlu membandingkan secara ekstrim dengan sistem pendidikan di negara lain, saya kira setiap negara memiliki kebutuhannya sendiri-sendiri dan lebih mengetahui sisi-sisi mana yang perlu diperbaiki. Masih banyak sekolah-sekolah di Indonesia yang berperi ke "anak" an, yang memahami dan mengutamakan kebutuhan dan perkembangan anak dalam belajar, dan kebutuhannya untuk bermain, berkembang sesuai dengan potensinya masing-masing.


  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar