Kursus hari Rabu kemarin adalah kursus yang paling beragam pesertanya, karena muridnya lebih beragam daripada minggu-minggu sebelumnya. Kurang lebih ada 9 negera kalau tidak salah, antara lain Indonesia, Irak, Kurdistan, Polandia, Hongkong, Banglades, Pakistan, Sudan, Syiria, dan gurunya tentu saja dari Inggris, native speaker, alias pribumi he3.....
Kurdistan sendiri sebenarnya secara geografis bagian dari Irak, tapi mereka lebih menyukai kalau mereka bukan dari Irak melainkan bagian tersendiri, mereka punya bahasa sendiri yaitu bahasa Kurdish, sedangkan orang Irak memakai bahasa Arab. Entahlah saya kurang paham secara politik tentang hal ini, yang jelas beberapa di antara mereka masih ada yang tetap memperkenalkan diri dari Irak, meskipun sebenarnya berasal dari wilayah Kurdistan, namun lebih banyak yang menyebutkan secara spesifik dari Kurdistan.
Saya sempat agak terperanjat saat mendengar ada yang berasal dari Syiria, karena antara merasa kagum, kasihan, penasaran, campur aduklah pokoknya. Apalagi saat dia diminta memperkenalkan diri dan menceritakan sedikit tentang dirinya, dengan suaranya yang tiba-tiba berubah serak, dan matanya sedikit berkaca-kaca, seluruh kelas terasa lebih tenang dari biasanya, semuanya jadi lebih fokus mendengarkannya. Dia di UK sendiri, dalam rangka menuntut ilmu, karena di negaranya sulit jika ingin mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dengan kondisi seperti ini, namun seluruh keluarganya masih di negara asalnya, termasuk anak-anaknya. Sehingga dia merasa khawatir dan tidak tenang. Dari wajahnya, perempuan itu terlihat sangat tegar, bahkan saat kami berdiskusi kelompok, dia masih bisa tersenyum dan berbicara santai dengan murid yang lainnya.
Selesai memperkenalkan diri, guru kami langsung mengungkapkan rasa empatinya, dan menyemangatinya. Saya sendiri merasa sedikit sesak membayangkan apa yang dia dan keluarganya rasakan. Semoga Allah melindungi keluarganya, amin.
Di sela-sela kursus hari ini, ada juga kejadian lucu. Perempuan dari Sudan tiba-tiba memuji cara saya berbicara dalam bahasa Inggris, terutama cara pengucapan saya, dia sampaikan pujiannya bla...bla...bla....saya mendengarkan sambil senyum-senyum, selanjutnya dia bilang alasannya "...... because some Chinese people difficult to pronounce English, but you are very good". Nah ini nih yang membuat saya berhenti senyum-senyum karena bingung, "maksud loh??", dalam hati sih tapi. Teman saya yang dari Pakistan langsung nyeletuk "She is from Indonesia, not from China ha3....", sambil tertawa. Nah baru saya ngeh, ternyata dari tadi dia menganggap saya dari Cina to....wkwkwk..... Habis itu, dia cuma say "Sorry".
Lucu juga ya, sudah ada 2 orang yang mengira saya dari Cina, ada yang lebih parah lagi, teman saya yang lain lagi, dari Kurdistan tiba-tiba tanya ke saya "Can you speak Korean?", spontan saya jawab "Of course not". Saya tanya kenapa kok tanya seperti itu, dengan polos dia jawab "I thought you are from Korea", walah tambah parah nih orang....
Kembali ke setting hari Rabu. Kursus conversation hari itu kegiatannya adalah bermain game, yang intinya menjawab pertanyaan secara bergiliran dari kertas yang telah kita ambil secara acak. Ada pertanyaan yang menarik, salah satunya adalah seperti ini. Dimanakah? menurut kalian tempat yang tepat untuk membesarkan anak-anak kalian? Teman-teman diskusi saya dengan mantab memberikan jawaban bahwa dia merasa di Inggris lah tempat yang tepat untuk membesarkan anak-anak mereka. Teman yang dari Sudan memberi alasan bahwa di negaranya kurang aman, masih sering terjadi bentrok antar suku (tribes), masih ada kesenjangan sosial antara suku, tidak setara, sehingga mudah sekali muncul isu-isu yang memicu kerusuhan antar suku tersebut. Kerusuhannya sangat fatal bahkan mengorbankan nyawa, tidak hanya individu, ataupun keluarga, tapi bisa satu kampung habis dalam sekejap jika kerusuhan terjadi, astaghfirullah, ngeri saya mendengarkan ceritanya.
Teman yang lain lagi dari Pakistan memberikan alasan bahwa di UK lebih aman daripada di negaranya. Di sini dia bisa pergi kemana saja, berjalan kaki, meski hanya berdua dengan anak balitanya, aman tanpa rasa cemas, yang hal itu tidak bisa dilakukan di negara asalnya sana. Di UK dia merasa terjamin, karena sekolah gratis, banyak fasilitas yang mudah dijangkau. Demikian menurutnya.
Dalam hati saya masih bingung mau memberikan jawaban seperti apa, untungnya langsung berlanjut ke pertanyaan selanjutnya. Selama 1,5 tahun tinggal di Newcastle, saya masih berpengharapan bisa membesarkan anak saya di Indonesia. Menurut saya di Indonesia, terutama di tempat tinggal saya, pendidikan masih murah dan terjangkau, tempat mengaji banyak, sopan santun masih hal yang dianggap penting, pacaran di muka umum masih dianggap tabu, suasana Ramadhan masih sangat kental, silaturahmi antar tetangga masih sangat hangat, masih banyak lapangan tempat bermain-main, banyak anak tetangga untuk diajak bermain bersama-sama, kebiasaan berkunjung dari tetangga yang satu ke tetangga yang lain, dan lain-lain. Masih banyak alasan untuk tetap membesarkan anak di Indonesia.
Banyak hal positif yang saya temukan dari negara tercinta Indonesia, itulah salah satunya manfaat atau efek samping dari tinggal di luar negeri meski hanya untuk sementara waktu. Saya menjadi lebih banyak lagi menemukan hal-hal yang indah yang tidak dimiliki oleh negara lain. Tinggal kita mensyukuri nikmat dan menjaga apa yang telah Allah anugerahkan kepada negara kita, perdamaian, setidaknya Indonesia tidak sedang dalam kondisi berperang, rukun meski terdiri banyak suku, masjid dan sekolah-sekolah Islam yang melimpah, cuaca yang selalu nyaman sepanjang tahun, bunga dan buah selalu tumbuh sepanjang musim. MasyaAllah, nikmat mana lagi yang kita dustakan?